-->

PENANGKARAN DAN TEKNIK BUDIDAYA KUPU-KUPU

Kupu-kupu merupakan hewan rapuh nan cantik yang banyak terdapat di Indonesia.  Banyak jenis Kupu-Kupu yang berwarna indah dan menjadi bahan aksesoris dan pajangan.  Seperti di daerah wisata Bantimurung Sulawesi Selatan. Pengambilan kupu-kupu dari alam secara tidak terkendali bisa menyebabkan punahnya jenis kupu-kupu terutama yang dilindungi. Sehingga upaya budidaya atau penangkaran kupu-kupu sebaiknya juga dilakukan. 

Budidaya  kupu-kupu sebenarnya tidak berbeda jauh dengan peternakan hewan lainnya; yakni hewan yang dipelihara sampai mencapai ukuran tertentu untuk dimanfaatkan atau dijual. 
Hanya, para penangkar satwa liar indah ini sering merasa adanya unsur seni, apalagi saat menonton kupu-kupu segar menetas dari kepompong dan mengeringkan sayapnya menjelma bagaikan permata terbang.  Tentu, persyaratan menjadi penangkar kupu-kupu akan berbeda dengan persyaratan menjadi peternak hewan besar. Walaupun pekerjaannya dapat dianggap ringan – seratus ekor ulat hanya seberat sebuah jeruk – namun memerlukan tingkat ketelitian/ketekunan yang luar biasa untuk menguasi ilmu penangkaran sehingga menjadi penangkar kupu-kupu yang berhasil dan sukses.

Prasana khusus untuk penangkaran memang ada, dan akan digambarkan secara lengkap dalam buku pedoman ini, namun semua alat dapat diperoleh dengan mudah di tingkat pedesaan, dan peminat bisa mulai dari tingkat hobi sebelum masuk kelas “profesional”. Bahkan penangkar kupu-kupu kecilpun tak akan kalah dengan pengusaha kupu-kupu besar jika teliti dan rapi dalam pelaksanaannya.
Sebelum mulai, perlu dijelaskan kegunaan kupu-kupu, yang pada dasarnya ada dua. Yang pertama yaitu sebagai kupu-kupu mati yang kemudian diopset (diawetkan) untuk menjadi bahan hiasan jenis bingkisan dan segalanya, atau sebagai obyek bagi pakar atau pemuda yang gemari mengoleksi kupu-kupu. Walaupun sebagian besar kupu-kupu untuk kebutuhan ini disediakan melalui penangkapan di alam, namun kupu-kupu yang berasal dari penangkaran akan lebih baik dan mulus serta harga ditentukannya lebih tinggi.
Pasaran yang kedua adalah sebagai kupu-kupu hidup. Seperti halnya dengan burung yang dipelihara dikandang sebagai obyek wisata, kupu-kupu hidup dilepas terbang bebas dalam kandang agar ditonton para tamu, terbang secara alami. Fase kupu-kupu yang diperdagangkan di pasaran ini adalah fase kepompong, dimana kupu-kupu dapat dikirim ke Taman Kupu-kupu tujuannya sambil beristirihat. Tujuan utama penjualan kepompong ini adalah Eropa dan Amerika Serikat, tetapi adapun Taman Kupu-kupu di Singapura, Penang, dan sekarang telah terdapat pula di Tabanan Bali, serta Taman Mini Indonesia Indah.
Walapun demikian, perlu diingat bahwa jalur penjualan kupu-kupu tidak seluas jalur pemasaran kambing atau sapi, misalnya, dan disarankan dicari jalur pemasaran selanjutnya sebelum mulai menangkarkan.
Sampai kini pengetahuan tentang kehidupan kupu-kupu masih terbatas, sehingga yang digambarkan dalam buku pedoman ini dianggap pengenalan saja. Kalau berminat, silahkan coba saja!
DAUR HIDUP
Sebelum mulai bersangkar, perlu kita pelajari beberapa hal dasar tentang kupu-kupu. Kuncinya adalah pengertian tentang daur hidup kupu-kupu, seperti digambarkan dalam Kotak Informasi 1. Yang nampak dengan jelas adalah perbedaan antara anakan (ulat atau 1arva) dengan kupu-kupu dewasa: sang ulat berbentuk bulat lonjong, dengan mata dan kaki sederhana saja; sedangkan sang kupu-kupu dewasa badannya dibagi menjadi tiga bagian: kepala mempunyai mata majemuk, antena, dan lidah panjang; toraks mempunyai enam kaki, dan dua pasang sayap; dan abdomen mempunyai alat kelamin. Perubahan yang terjadi dari ulat sehingga dapat menjadi kupu-kupu disebut metamorfosis sempurna, dan berlangsung selama fase kepompong. Hal ini berbeda dengan metamorfosa tak sempurna (bertahap) dimana anakan selalu mirip serangga dewasa, seperti terjadi pada binatang jangkrik dan belalang.
Telur
Umumnya betina meletakkan telur pada daun pakan ulatnya, atau di dekatnya. Bentuk telur tergantung pada suku kupu-kupu – ada yang bulat, memanjang, berbentuk botol, atau keriput. Setelah sekitar 4-5 hari, menetaslah telur dan keluar seekor ulat yang kemudian makan cangkang telur yang bergizi.
Kepompong
Bentuk kepompong tergantung pada jenis kupu-kupu, namun berbagai suku mempunyai ciri khas dan dapat dibedakan (lihat Kotak Informasi 3). Dalam kepompong terjadilah metamorfosa sempurna, sehingga organ tubuh berkembang dan sayap terbentuk. Masa kepompong juga tergantung pada jenis dan cuaca – dimana jenis yang lebih kecil lebih cepat matang dan lebih cepat menetas di daerah yang lebih panas.
Setelah beberapa waktu (7-30 hari, tergantung jenis kupu-kupu), kulit kepompong akan beruba warnanya, dan kelihatan kupu-kupu terbentuk didalamnya. Biasanya pada pagi hari, kulit kepompong akan robek, dan kupu-kupu dewasa akan keluar.
Kupu-kupu dewasa
Kupu-kupu yang baru menetas akan tetap menggantung dan menunggu sayapnya merentang dan mengeras, dan sementara itu akan membuang kotoran cair Ketika sayapnya sudah keras, ia akan mengepakkannya dan terbang menuju dunia luas. Sayap kupu-kupu dilapisi dengan sisik-sisik kecil, yang kelihatan seperti serbuk jika disentuh. Sisik-sisik ini yang memberikan nama kupu-kupu dalam bahasa Latin - Lepidoptera, yang artinya sayap bersisik.
Kupu-kupu dewasa mempunya lidah (proboscis) yang tergulung dibawah kepala. Karena berbentuk sedotan, lidah cuma dapat dipakai untuk mengisap cairan-cairan – umumnya nektar dari bunga. Selain nektar, kupu-kupu jantan dan betina dapat mengisap sari buah dan getah pohon; sang jantan juga mencari zat garam untuk kebutuhan perkawinan – sumbernya yaitu becek, beton basah, air kencing, maupun bangkai dan kotoran lainnya.
Kupu-kupu dewasa adalah tahap menghasilkan keturunan. Kupu-kupu betina bisa langsung kawin begitu menetas dari kepompong, sedangkan yang jantan biasanya membutuhkan waktu lebih dari tiga hari untuk persiapan. Dalam perkawinan jantan dan betina berpasangan selama berapa jam. Dua atau tiga hari berikutnya yang betina dapat bertelur. Jumlah telur yang ia letakkan bervariasi tergantung jenis – untuk kupu-kupu besar seperti Ornithoptera biasanya satu-dua butir, namun jenis-jenis lain bisa sampai 30 butir per hari. Jumlah total telur bisa mencapai ratusan butir selama masa hidupnya sang betina, yang mana bervariasi antara 10 hari sampai dengan 2 bulan.
POLA-POLA PENANGKARAN
Kupu-kupu adalah satwa liar, dimana sumbernya adalah lingkungan alam tertentu. Untung di alam terdapat banyak pemangsa dan hama. Kenapa? Misalkan tiap induk dapat bertelur sebanyak 200 telur di alam; kalau semua ulat jadi kupu-kupu penglihatan kita jarak pendek saja karena terhalang oleh awan-awan kupu-kupu! Sekarang kita sadar bahwa dua hal paling pokok dalam upaya penangkaran adalah PEMBERIAN PAKAN INANG dan PENCEGAHAN HAMA DAN PENYAKIT.
Persedian induk
Upaya penangkaran membutuhkan persediaan telur yang subur dan sehat dalam jumlah banyak. Kadang-kadang kita ketemu suatu ekor kupu-kupu yang sedang bertelur kemudian telur dapat dikumpulkan selama beberapa hari di tumbuhan yang sama. Namun, untuk memperoleh telur dalam jumlah yang lebih menentu kita harus memelihara beberapa induk betina sebagai sumber telur.
Salah satu sumber betina adalah dari alam. Kupu-kupu dapat ditangkap dengan mengunakan jaring besar yang dibuat dari kain kasar yang paling halus, atau kain kelambu. Betina dapat ditangkap dekat bunga-bunga yang dikunjunginya, atau pada saat bertelur. Kupu-kupu yang diketemui sedang mengisap air becek di sungai selalu kupu-kupu jantan, yang tentu tidak akan bertelur. Setelah ditangkap, kupu-kupu dimasukkan ke dalam amplop dengan seksama, agar perutnya tidak tertindis; amplop cukup ketat sehingga sayapnya tidak rusak akibat gerakan kupu-kupu. Supaya kupu-kupu lebih tahan di wilayah yang panas, sepotong kapas yang dibasahi air dapat ditaruh da1am amplop. Seketika tiba kembali di penangkaran kupu-kupu dilepas, yang lemah dapat diberikan air gula .
Betina sehat yang ditangkap di alam biasanya bunting; hal ini kelihatan dari perut yang bengkak. Jika kita peroleh induk betina dari hasil penetasan kepompong dia perlu kawin sebelum bertelur supaya te1urnya subur. Untuk itu diusahakan jumlah jantan dan betina dikandang berseimbang – kalau kelebihan jantan baru betina-4etina yang ada akan dikejar terus sehingga stress dan tidak bertelur banyak. Betina yang lebih jinak akan dihasilkan dari penetasan kepompong karya penangkar sendiri.
Seperti dijelaskan di atas, keturunan kupu-kupu yang sudah ditangkar dapat berfungsi sebagai induk juga; jika demikian kita harus waspada menjaga tidak terjadi masalah lemah genetika. Kupu-kupu yang sering ’kawin dalam’ (dengan saudaranya sendiri) akan lemah, kecil, dan mudah kena penyakit. Untuk mencegah tidak terjadi demikian, diusahakan agar sering dimasukkan stock induk baru berupa betina ataupun jantan yang ditangkap dari alam.
Bisa juga dilakukan kawin buatan. Dalam teknik ini kelamin dari jantan dan betina digosok satu sama lain sampai kelamin melekat, kemudian kupu-kupu sepasang dibiarkan bersambung selama beberapa jam sampai perkawinan selesai. Kadang-kadang bisa mempermudahkan proses ini jika kelamin betina dikorek kuku dulu agar lebih terangsang. Teknik kawin buatan ini biasanya dipakai dalam upaya menghasilkan kawin silang antara dua jenis yang berbeda, terutama kupu-kupu besar dari keluarga Papilio atau Troides.
Selain penangkapan kupu-kupu dewasa, kita juga dapat memanfaatkan telur, ulat, dan kepompong dari alam sebagai sumber induk.
Fase Ulat
Fase ulat adalah fase pertumbuhan, dimana badannya dapat berkembang sebanyak 200 kali sejak menetas dari telur sampai masuk fase kepompong. Karena diletakan pada pakannya langsung, ulat tidak perlu berjalan jauh, cukup melekat pada daun dan batang pakan inang dengan mengunakan kaki sederhana dan kaki semu. Rahang ulat yang keras dipakai untuk mengunyah daun pakannya, dan sebagian besar isi badannya terdiri dari usus. Makanannya adalah daun tumbuhan yang spesifik bagi tiap jenis kupu-kupu, dan ulat-ulat tidak akan makan sembarang daun.
Selama masa berkembangnya, ulat akan mengganti kulitnya empat kali, kulit bekas akan dimakan karena mangandung zat-zat penting. Tiap tingkat pertumbuhan.dinamakan instar.
Lamanya fase ulat sangat tergantung pada jenis kupu-kupu, serta cuaca; berkisar antara 7- 40 hari atau lebih. Setelah cukup besar, ulat akan mencari tempat yang aman untuk beristirihat, dan akan mengantungkan diri menggunakan beberapa benang sutera, kemudian mengganti kulit menjadi kepompong (krysalis/pupa).
Pengelolaan telur
Adapun beberapa cara memperoleh telur dari kupu-kupu betina yang bunting.
Secara alami – dimana kupu-kupu dilepaskan ke dalam kandang agar dia bisa terbang, minum, dan bertelur seperti di alam. Pada prinsipnya kandang yang semakin besar semakin baik, tetapi kandang berukuran 5 meter panjang, 3 meter lebar, dan 2,5-3 meter tinggi akan cukup bagai kebanyakan jenis kupu-kupu. Tiang kandang dibuat dari pipa, kayu balok, atau kayu bulat. Bahan dinding yang terbaik adalah kain khasar hitam seperti umum dipakai petani untuk jemur coklat, atau peternak ikan. Kain ini akan tahan tiga tahun atau lebih, dibandingkan dengan kawat yang tidak akan tahan sampai dua tahun, dan lagi mahal.
Isi kandang ditanami pohon sampai suasana rimbun, dengan adanya banyak bunga sebagai tempat isap kupu-kupu dewasa. Bunga yang cocok adalah kumis kucing (Orthosiphon sp), Tembelekan (Lantana camara),dll. Penting sekali ada sumber air dekat karena kupu- kupu akan lebih tahan jika kandang tetap lembab – sebaiknya kandang disiram sekali sehari.
Letak kandang sebaiknya supaya kandang kena matahari pada pagi hari, tetapi ada juga tempat sombar menjelma panas siang; tidak kena angin keras; dan tidak dapat dicemari pestisida. Untuk mencegah masalah hama usahakan tidak ada celah supaya tikus, kadal, dan cicak tidak bisa masuk dan hindari tempat banyak semut merah (’laga’). Di perusahan penangkaran kupu-kupu besar, dasar kandang dilantai beton, dengan ada parit air sekililingnya untuk menghindari serangan semut. Bagi penangkar tingkat desa bangunan seperti ini hanya akan merepotkan dan sangat mahal.
Sang betina biasannya meletakkan telur pagi atau sore hari langsung pada tumbuhan pakan inang yang lunak atau segar. Agar mudah mengumpulkan telurnya nanti, sebaiknya ditnaruh satu pohon tumbuhan saja; pohon ini dapat disediakan dalam polibag atau ditanam langsung. Jika kupu-kupu tidak bertelur pada pohon teresbut, dapat dicoba di beberapa tempat, ataupun diangkat lebih tinggi, sampai diketemukan kesukaan kupu-kupu yang diminati. Dalam keadaan begini, diusahakan kumpulkan semua telur minimal dua kali sehari untuk mengurangi serangan parasit. Kalau ada waktu, paling baik tiap tiga jam.
Kadang-kadang kita akan ketemu kupu-kupu yang tidak suka bertelur di kandang biarpun sudah berapa ekor diuji. Ada dua cara untuk mengatasi masalah ini. Induk dapat disimpan ke dalam jaringan kecil yang penuh dengan potongan-potongan daun pakan inang sehingga terpaksa dia injak-injak daun tersebut dan terangsang untuk bertelur. Lebih baik lagi simpan beberapa ekor induk yang akan saling menganggu sehingga lebih sering injak pakan inang dan upaya kita lebih berhasil. Satu cara yang mirip adalah jika induk bersama sepotong daun inang ditutup dalam tas plastik bening. Dalam kedua kasus ini, induk betina mesti diberikan minumnn tambahan berupa air gula (lihat Kotak Informasi X) dua kali sehari.
Telur yang diperoleh boleh diambil sendiri-sendiri atau bersama dengan sepotong daun dimana telur diletakkan. Kemudian dapat disimpan dalam kotak keci1, dan simpan ditempat yang aman dari gangguan semut atau hama lain, dan tidak kena ca4aya mata4ari langsung. Ketika ulat menetas setelah 5-12 hari berikan waktu untuk makan kulit telurnya, kemudian dapat diangkat secara seksama dengan memakai kuas halus, atau sepotong daun inang yang lunak.
Pemeliharaan ulat (larva)
Dasar pemeliharaan ulat selanjutnya yaitu memberikan pakan berupa daun inang yang segar dalam jumlah yang cukup, menjamin kebersihan dan kesehatan, dan menjaga agar tidak terjadi serangan hama yang dapat menghabisi ulat-ulat peliharaan. Dibawah ini digambarkan beberapa cara untuk memelihara ulat, yang dapat disesuaikan 6engan kebutuhan masing-masing jenis kupu-kupu yang ditangkar.
I Alamiah
Dimana tidak terdapat banyak hama atau parasit ulat kupu-kupu, cukup ditanam pakan inang seoara berkelebihan di halaman rumah peternak atau dalam kandangnya. Sumber telur adalah induk kupu-kupu yang ada di lingkungan sekitar, atau yang terbang bebas di dalam kandang. Kegiatan peternak yaitu pengamatan secara periodik untuk mengatasi masalah-masalah yang munoul, kemudian mengambil kepompong ketika suda4 siap dipanen.
Teknik penangkaran tanpa sangkar ini, yang sering disebut ’ranching’, kurang cocok untuk kebutuhan kepompong hidup karena bisa terjadi infeksi dengan parasit, tetapi lebih baik bagi upaya kupu-kupu mati (spesimen).
II Pembungkus Semi Alamiah
Cara paling sederhana untuk menghindari serangan hama dan parasit yang ganas itu, adalah jikalau sepotong pohon pakan inang dibungkus dengan kain khasa yang halus (XX lubang per senti). Berbentuk sarung, satu ujungnya diikat ketat pada cabang pohon kemudian ujung lainnya diikat setelah ulat diletakkan ke dalamnya. Jumlah ulat tidak perlu banyak, cukup 10 – 20 ekor, sesuai dengan jumlah daun yang tersedia. Tiap 4erapa hari kain dapat dibuka untuk membuang kotoran ulat yang terkumpul. Untuk menghindari hama, sebaiknya daun-daun diperikisa sebelum dibungkus dan dibersihkan dari pemangsa seperti laba-1aba atau semut. Jika bagian cabang pohon dibawah bungkusan dicet dengan oli bekas atau lem tikus, maka semut tidak akan menganggu.
III Pot Pembungkus
Dengan cara ini, tumbuhan yang telah disediakan dalam koker atau pot dibungkus dengan kain halus. Sebaiknya kain tidak menyentuh tumbuhan di dalamnya, karena gigitan tikus dan kadal dapat tembus! Pot yang dibungkus bisa berdiri dalam bak air atau oli untuk mencegah serangan semut, ataupun digantung untuk menghemat tempat.
Sama hal dengan cara diatas, sebaiknya ulat tidak terlalu padat. Kalau persediaan daun akan habis, ulat bisa dipindahkan ke pot baru, yang kemudian dibungkus lagi. Keuntungan dengan memakai kedua cara tersebut diatas yaitu penangkar tidak terlalu repot menyediakan daun segar, namun persediaay tumbuhan dalam pot harus cukup banyak.
IV Kotak Pemeliharaan
Pola penangkaran ini lebih intensif, dan perlu lebih banyak perhatian penangkar. Pakan ulat berupa kokeran atau potongan-potongan daun diletakkan dalam kotak pemeliharaan, kemudian dimasukkan ulat. Daun yang disediakan harus segar, bersih, dan bebas dari hama. Jika ranting ditancap ke dalam air daun akan lebih tahan, namun perlu dicegah agar ulat tidak turun dan tenggelam di dalam air. Daun yang layuh perlu diganti, biasanya sekali sehari, agar ulat selalu dapat makanan yang segar; kalau hal ini tidak diperhatikan ulat akan kelaparan sehingga kepompong yang dihasilkan kerdil dan tidak laku dijua1.
Dasar kotak sebaiknya dilapisi dengan kertas koran, agar kotoran keras dan encer dapat dibuang tiap hari. Bagaimanapun, kebersihan harus diutamakan demi upaya mencegah penyakit virus atau bakteri. Setiap selasai dipelihara satu generasi, sebaiknya kotak dikosongkan, kemudian dicuci dengan larutan pemutih (Bayklin).
Kotak pemiliharaan ini tidak boleh kena sinar matahari 1angsung. Kalau terlalu panas bisa dispoit embun air bersih dengan memakai sprayer yang khusus (jangan yang bekas dipakai untuk pestisida!) asal ulat tidak disiram basah-basah.
Kentungan memakai sistem ini adalah bahwa pakan dapat diambil dari alam jika belum cukup persediaan peternak sendiri; kerugiannya adalah menyita waktu untuk penggantian daun tiap hari. Tidak semua jenis ulat bisa terima pakan yang dipotong.
V Kotak Plastik
Jika sepotong daun diletakkan ke dalam kotak plastik yang kemudian ditutup rapat, daun itu akan tahan segar beberapa hari. Hal ini dapat dimanfaatkan jika diisi pula satu atau beberapa ekor ulat, yang kemudian cuma perlu perhatian jika daun sudah mulai habis. Kebersihan sangat penting – dasar kotak harus dialas dengan kertas tisu atau kertas koran untuk menyerap kelembaban, dnn kertas diganti tiap hari. Suatu para-para kecil dapat berfungsi untuk mengangkat ulat dari dasar kotak sehingga tidak kena kotoran yang ada. Penting sekali kotak plastik tidak ditaruh di cahaya mata hari karena ulat akan cepat mati kepanasan.
Tidak semua jenis dapat ditangkar dengan perilaku ini, namun polanya dapat dijadikan pedoman dalam upaya mengamati perkembangan ulat bagi kupu-kupu yang baru ditemukan, dan pakannya sangat terbatas. Bermanfaat juga bagi ulat yang baru menetas, dirawat sampai cukup besar untuk terima perilaku lainnya.
Masa Kepompong
Ulat yang sudah cukup besar akan merubah menjadi kepompong. Ulat tersebut akan berhenti makan beberapa waktu, kemudian berjalan sekeliling kandangnya mencari tempat cocok untuk bergantung. Untuk itu dapat disediakan potongan ranting-ranting. Cara mengantung yaitu dengan ikatan sutra pada ujung pantat, dan juga ikatan dada untuk ulat jenis Papilionidae.
Setelah bergantung 1-2 hari, ulat untuk terakhir kali ganti kulit menjadi kepompong. Kepompong dibiarkan mengeras beberapa waktu, kemudian dapat dipetik. Bukan semua kepompong akan jadi sempurna: kepompong yang baik adalah yang besar, segar, dengan warna baik; kepompong yang hidup bisa bergerak kalau dikorek. Kepompong yang tidak baik adalah yang kerdil, bernoda hitam, mengeluarkan cairan, luka atau bengkok, berbau, berjamur, atau memanjang perut. Peternak sendiri dengan cepat dapat mengetahui hal ini jika melakukan penetasan pada kepompong yang dihasilkan.
Dapat disaksikan bahwa warna kepompong jenis Papilio bervariasi antara hijau dan coklat. Hal ini bukan dampak kelamin atau jenis, malahan tergantung pada posisi letak kepompong – jika pada bahan yang halus kepompong akan hijau, jika pada bahan yang kasar maka coklat kepompongnya.

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "PENANGKARAN DAN TEKNIK BUDIDAYA KUPU-KUPU"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel