Manajemen Pemeliharaan Kuda, Dari Pakan Hingga Reproduksi
14.25
Add Comment
Ciri-ciri Tanda Kuda Betina Sedang Birahi (Estrus)
Kuda merupakan hewan yang bersifat nomadik dan bersemangat tinggi. Dalam keadaanliar efisiensi reproduksi kuda dapat mencapai 90 % atau lebih tetapi dalam kondisi domesticdengan adanya campur tangan manusia tingkat efisiensi reproduksinya sangat menurun. Hal itudisebabkan oleh kurangnya kesempatan latihan fisik, penyakit serta manajemen pemeliharaanyang belum baik.Seekor kuda betina dara akan mencapai pubertas pada umur 12 sampai 15 bulan, tetapilebih baik dikawinkan setelah mencapai umur 2 tahun karena kuda betina yang dikawinkan padaumur yang muda tingkat kebuntingannya rendah. Siklus estrus seekor kuda betina rata-rata 21hari dengan kisaran waktu antara 10 sampai 37 hari.
Periode birahinya rata-rata 4 sampai 6 hari.Tanda-tanda birahi kuda meliputi gelisah, ingin ditemani kuda lain, urinasi berulang kali sertapembengkakan dan pergerakan vulva.Saat kawin ovulasi terjadi pada saat-saat akhir periode estrus. Telur yang dihasilkan dapathidup selama 6 jam sedangkan sperma pejantan dapat bertahan hidup sekitar 30 jam dalamsaluran reproduksi betina. Rata-rata masa kebuntingan kuda 335 hari dengan kisaran 315 sampai350 hari.
Pemeriksaan kebuntingan dapat dilakukan dengan melakukan palpasi rectal sekitar 60hari setelah kawin. Tanda-tanda awal kelahiran berupa membesarnya ambing, otot-otot vulvaberelaksasi, ligamentum pelvis berelaksasi, menjauhi kuda lain (menyendiri ), gelisah.
Sistem Reproduksi kuda dan Perilaku kawin kuda sangat berbeda dari hewan lain. Kuda bertanggung jawab atas segalahsesuatu dalam reproduksi, termasuk periode kehamilan, laktasi, kelahiran dan siklus estrus. Kuda memiliki dua ovarium dari 7-8 cm panjangnya. Seorang peternak kuda harus mengetahui siklusreproduksi ternak kudanya. Kuda betina dan kuda jantan pasangan satu sama lain pada waktu tertentu dan kesempatan. Perilaku perkawinan kuda menunjukkan bahwa mereka tidak biasanya pasangan dalamlingkungan sosial. Kuda-kuda membutuhkan banyak ruang terbuka untuk pasangan.
Kuda merupakan hewan yang bersifat nomadik dan bersemangat tinggi. Dalam keadaan liar efisiensi reproduksi kuda dapat mencapai 90 % atau lebih tetapi dalam kondisi domestic dengan adanya campur tangan manusia tingkat efisiensi reproduksinya sangat menurun. Hal itu disebabkan oleh kurangnya kesempatan latihan fisik, penyakit serta manajemen pemeliharaan yang belum baik. Hasil survey yang dilakukan oleh Direktorat Bina Program Peternakan menunjukkan bahwa 57% pemilik ternak kuda adalah petani, 30 % selain pemilik juga bekerja sebagai sais dan hanya 13% yang memelihara sebagai sambilan atau kesenangan.
Pengalaman mereka dalam beternak kuda rata-rata lebih dari 16 tahun, dengan kisaran antara 14 – 20 tahun. Mereka memperoleh pendapatan dari mempekerjakan kuda yang dipeliharanya, yaitu untuk menarik gerobag atau berfungsi sebagai andong.
Sistem pemeliharaan ternak kuda pada umumnya cukup baik, yaitu menggunakan kandang beratap genting, tiang bambu atau kayu dengan lantai dari papan atau tanah yang telah diperkeras terlebih dahulu. Luas kandang rata-rata berkisar antara 10,5 – 13,5 meter persegi per ternak kuda yang dipelihara.
Kuda yang terdapat di Indonesia pemuliaannya dipengaruhi oleh iklim tropis serta lingkungannya. Tinggi badannya berkisar antara 1,15 – 1,35 meter, sehingga tergolong dalam jenis poni. Bentuk kepala umumnya besar dengan wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Ciri-ciri lain, bentuk leher tegak dan lebar. Tengkuk umumnya kuat, punggung lurus dan pinggul kuat. Letak ekornya tinggi dan berbentuk lonjong, dada lebar, sedang tulag rusuk berbentuk lengkung serasi. Kakinya berotot kuat, kening dan persendiannya baik. Sedangkan bentuk kuku kecil dan berada di atas telapak yang kuat. Jika kuda ini berdiri, akan tampak sikapnya yang kurang serasi (kurang baik), karena kedua kaki bagian muka lebih berkembang bila dibandingkan dengan kaki belakang. Sikap berdiri seperti ini terdapat pada berbagai jenis kuda di Asia Tenggara.
Khazanah kuda di Indonesia diperkaya lagi setelah kedatangan bangsa Eropa. Armada kapal portugis yang dating ke wilayah Indonesia bagian Timur pada abad ke-16 untuk mencari rempah-rempah, men yinggahi beberapa pelabuhan di wilayah itu antara lain, Sulawesi Utara. Pada saat singgah itulah mereka memperkenalkan jenis kuda yang mereka bawa kepada penduduk setempat. Terjadilah tukar-menukar barang dagangan antara penduduk dan para pedagang Portugis tersebut. Kuda asal Eropa itu kemudian disilangkan dengan kuda milik mereka. Hasil persilangan ini membuahkan keturunan kuda Eropa di Minahasa.
Selain jenis kuda Arab dan Eropa yang dikenal di Indonsia, masih ada lagi satu jenis kuda yang disebut kuda Mongol, berasal dari daratan Asia. Kuda-kuda ini kemudian disilangkan dengan jenis kuda setempat dan menghasilkan kuda baru, berukuran tinggi120 cm, bulu berwarna antara lain keemasan, hitam dan putih. Kuda ini masih terdapat di Cirebon dan pegunungan Tengger di Jawa Timur.
Jenis-jenis kuda yang terdapat di Indonesia antara lain kuda Makasar, kuda Gorontalo dan Minahasa, kuda Sumba, kuda Sumbawa, kuda bima, kuda Flores, kuda Sabu, kuda Roti (kuda Kori), kuda Timor, kuda Sumatra, kuda Jawa, kuda Bali dan Lombok, kuda Kuningan. (hal 18 – 24)
TATALAKSANA PEMELIHARAAN KUDA
Kuda Pejantan
Kuda pejantan merupakan salah satu faktor penting yang akan menentukan hari depan peternakan kuda. Biasanya pejantan yang baik akan menghasilkan keturunan yang baik pula. Salah satu cara untuk memilih pejantan yang baik adalah dengan cara melihat sertifikatnya. Dari sini dapat ditelusuri riwayatnya.
Disamping menggunakan data yang tercantum di serifikat, dalam memilih pejantan perlu diperiksa tingkat kesuburannya. Tingkat kesuburan yang dapat dipilih adalah yang menpunyai nilai 60%. Apabila tingkat kesuburan di bawah 50%, maka tingkat kesuburannya relatif kecil.
Kuda Betina
Kuda betina berfungsi sebagai induk. Maka untuk melatihnya harus dipertimbangkan segi kesehatan, ketegapan, kelebaran dadanya, dan panjang tubuhnya. Semua ini berkaitan dengan perkembangan calon anak di dalam tubuh induk. Seekor kuda betina dara akan mencapai pubertas pada umur 12 sampai 15 bulan, tetapi lebih baik dikawinkan setelah mencapai umur minimal 2 tahun karena kuda betina yang dikawinkan pada umur yang muda tingkat kebuntingannya rendah. Siklus estrus seekor kuda betina rata-rata 21 hari dengan kisaran waktu 14 hari diestrus ( Fase luteal ) dan 7 hari estrus. Periode birahinya rata-rata 4 sampai 6 hari ( Hafez, 1994 ). Tanda-tanda birahi kuda meliputi gelisah, ingin ditemani kuda lain, urinasi berulang kali serta pembengkakan dan pergerakan vulva ( Brakely, 1998 ).
Manajemen Pemeliharaan
Induk kuda dan anak-anaknya dicampur dengan kuda dewasa lain. Tetapi anak kuda sebaiknya dipisahkan dari induknya setelah berusia 6 bulan. Pada usia satu tahun, anak kuda jantan harus sudah dipisah dari kuda betina.
Induk kuda dan anak kuda memerlukan tempat umbaran yang agak luas, karena anaknya harus membiasakan diri berlari. Sampai umur dua tahun anak kuda memerlukan tempat umbaran cukup luas, karena di tempat itulah proses pertumbuhannya dibentuk.
Untuk menjaga keamanan dan keselamatan kuda, pagar umbaran sebaiknya dibuat dari kayu atau besi yang kuat. Jangan memakai kawat berduri. Pada areal umbaran diusahakan agar bebas dari benda-benda tajam atau keras yang dapat mengakibatkan kuda cedera. Pintu pagar harus selalu tertutup. Di tanah umbaran jangan sampai ada yang berlubang, supaya kaki kuda tidak terperosok, sehingga mengakibatkan kakinya terkilir. Begitu pula dengan tempat makan dan minum, dipilih deri bahan yang lunak tapi kokoh. Untuk menahan tiupan angin kencang dan sekaligis sebagai tempat berteduh, di sekeliling pagar ditanami pohon pelindung.
Tatalaksana Perkandangan
Membangun kandang di daerah tropis, diusahakan agar ada ventilasi sehingga pertukaran udara bias berjalan lancar dan tidak menimbulkan hawa panas di dalamnya. Air hujan jangan sampai masuk ke dalam kandang. Untuk kuda yang akan melahirkan, dipergunakan kandang yang agak tertutup. Biasanyan kuda beranak pada malam hari atau menjelang pagi.
Di tiap bagian kandang harus dilengkapi dengan air bersih. Bagi kuda betina yang sedang menyusui, air minum harus diperhatikan betul, karena jika kekurangan maka air susu induk akan berkurang pula.
Kandang untuk kuda betina dan anaknya harus agak lebar supaya anak-anak kuda dapat bergerak dengan bebas. Kandan pejantan harus lebih kuat daripada kandang betina atau anak kuda. Letaknya usahakan agak jauh dari kandang betina agar tidak selalu terganggu.
Gudang makanan kuda sebaiknya dibangun berdekatan dengan kandang pemeliharaan agar pengangkutannya mudah. Gudang tempat menyimpan obat-obatan dan klinik dibangun berdekatan dengan kandang untuk induk yang akan melahirkan agar mudah memberi pertolongan bila diperlukan.
Tatalaksana Perkawinan
Dua – tiga bulan sebelum masa perkawinan, kuda pejantan mulai dipersiapkan dengan memberi makanan bergizi. Dalam makanannya perlu ditambahkan vitamin, supaya kesuburannya meningkat. Tambahan menu makanan yang lain pada masa kawin adalah telur segar, susu bubuk, dan madu asli.
Peralihan dari masa kawin untuk memasuki masa istirahat, tidak boleh berlangsung secara mendadak. Frekuensi perkawinan dikurangi secara bertahap. Menu makanan pun diubah secara bertahap. Hal ini hendaknya diperhatikan betul agar kuda pejantan tersebut tidak mengalami stress. Masa istirahat pejantan sebaiknya dijalani dengan tenang, jauh dari gangguan kuda lain. Pada masa inilah, pemberian vitamin dikurangi.
Pejantan yang akan diunakan sebagai pemacek sebaiknya sudah berumur 4 tahun. Bila yang dipakai sebagai pejantan adalah bekas kud apacu, maka diistirahatkan lebih dulu selama kurang lebih enam bulan. Setelah itu baru digunakan sebagai pejantan.
Kuda betina yang baru untuk pertama kali dikawinkan, dipilih yang berumur 3 tahun. Biasanya kuda betina hanya mau dikawinkan bila dalam kondisi subur. Untuk mengetahui subur tidaknya, ditempetkan dengan kuda jantan. Yang paling mudah adalah di padang penggembalaan. Apabila tidak menghindar sewaktu dinaiki kuda jantan, kemungkinan besar memang sedang dalam keadaan subur (birahi). Terkadang ada pula kuda betina yang “pura-pura” birahi, diam saja sewaktu dinaiki oleh pejantan, tetapi dalam kenyataannya setelah diperiksa kebuntingannya, tidak menunjukkan tanda-tanda bunting.
Kuda betina yang baru melahirkan masa suburnya dapat dihitung dengan kisaran 9-30 hari sesudah beranak. Jika meleset, dapat dikawinkan dengan satu masa subur yaitu 21 hari kemudian. Sama seperti pejantan, kuda betina yang akan dikawinkan dipersiapkan 3 bulan sebelumnya dengan memberinya makanan yang bergizi dan tambahan vitamin yang bias meningkatkan kesuburan. Saat kawin ovulasi terjadi pada saat-saat akhir periode estrus. Telur yang dihasilkan dapat hidup selama 6 jam sedangkan sperma pejantan dapat bertahan hidup sekitar 30 jam dalam saluran reproduksi betina. Rata-rata masa kebuntingan kuda 335 hari dengan kisaran 315 sampai 350 hari (Blakely, 1998 ).
Kelahiran dapat terjadi pada waktunya atau 7 hari maju atau 7 hari mundur. Perkawinan ulang sesudah melahirkan adalah 30 hari kemudian. Masa subur kuda betina hanya berlangsung sekitar 5 hari. Setelah gejala subur pada hari pertama tampak, perkawinan dapat dilakukan pada hari kedua, dan diulang pada hari keempat. Kuda betina bekas kuda pacu diistirahatkan dulu selama 6 bulan sebelum siap untuk dikawinkan.
Untuk mengetahui bunting atau tidaknya adalah dengan mendekatkan pejantan pada hari ke-21. Ini berdasarkan tentang satu daur ulang sesudah perkawinan atau memasuki dair berikutnya. Bila bunting, kuda betina bersangkutan tidak mau didekati oleh pejantan sedangkan bila tidak bunting, maka dia bersedia untuk dikawini. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan melakukan palpasi rectal sekitar 60 hari setelah kawin. Tanda-tanda awal kelahiran berupa membesarnya ambing, otot-otot vulva berelaksasi, ligamentum pelvis berelaksasi, menjauhi kuda lain ( menyendiri ), gelisah ( Blakely, 1998 ).
Kebutuhan Zat-zat mineral
Mineral yang dibutuhka kuda adlah Ca dan P, karena kuda memerlukan tulang yang kuat. Kekurangan mineral ini dalam ransum dapat menyebabkab timbulnya penyakit ricketsia pada kuda yang masih muda serta munculnya osteomalacia pada kuda yang telah dewasa. Keseimbangan mineral ini juga sangant berpengnaruh terhadap kesehatan dan perkembangan fertilitas kuda.
Imbangan Ca:P yang dianjurkan adalah 1,1:1 sampai 1,4:1 agar keseimbangan mineral didalam tubuh kuda tetap terjaga. Ca dan P yang dibutuhkan didalam ransum sebesar 0,60%-0,70%. Bahan yang dianjurkan sebagai sumber Ca dan P adalah tepung tulang dan dapat dicampur dengan garam dalam perbandingan 2:1.
Fertilitas merupakan suatu derajat kemampuan bereproduksi. Pada kuda, satu kelahiran normal hewan muda pertahun yang dapat hidup menunjukkan derajat fertilitas yang dicapai. Pada kuda, mortalitas yang tinggi berhubungan dengan kelahiran kembar dua (twin) atau kembar tiga (triplet), merupakan pilihan sebagai kelahiran yang tidak diinginkan. Hubungan kecakapan reproduksi dengan angka perkawinan sering digunakan untuk menggambarkan derajat fertilitas (Rice, Arthur et al., 1957)
Rendahnya fertilitas sering terjadi pada cacat secara anatomis atau penyakit genital. Ada kecenderungan bahwa hal tersebut berhubungan dengan defesiensi nutrisi.
Penampilan fertilitas sangat erat hubungannya dengan status nutrisi, khususnya pemasukan energi dan perubahan BCS. Manajemen penggembalaan dan pakan harus selalu memperhatikan pada pemasukan energi secara maksimal dan meminimalkan kehilangan BCS (Mackey-Mullholand, 2005).
Angka kehamilan dalam mengelola populasi kuda tergantung fertilitas sejak lahir pada kuda jantan dan betina, dan juga kualitas manajemen perkawinan karena biasanya seekor kuda jantan kawin dengan beberapa kuda betina. Fertilitas kuda jantan adalah faktor penting dalam suksesnya program perkawinan (b.colenbrander@vet.uu.nl, 2003) .
Kuda jantan turunan murni dengan jenis yang lebih besar membutuhkan pakan tingi protein, sebanyak 7 kg kulit gandum dalam kebutuhan harian untuk fertilitas maksimal. Rumput kering berkualitas baik merupakan sesuatu yang sangat diperlukan. Dalam hal ini, untuk menjaga kuda agar sehat tapi tidak terlalu gemuk. Kegemukan merupakan penyebab primer dari sterilitas dan juga mengarah ke laminitis dengan kondisi kesakitan pada daerah kaki (Smith, 1995)
Dalam keberadaannya, organ genital kuda jantan harus normal dan berfungsi. Kedua testis harus terlihat, letaknya lateral dan ukurannya sama. Jika salah satu testis ada yang tertahan (tidak bisa keluar), maka kuda tersebut tidak baik untuk digunakan sebagai kuda jantan pembiak. Seperti yang diketahui, kuda tersebut biasanya infertil dan jika bereproduksi, akibatnya hewan tersebut cenderung untuk mewarisi kecacatannya pada turunannya (Smith, 1995).
Fertilitas pejantan pada kuda ditentukan dari beberapa fenomena, yaitu :
produksi semen
daya tahan hidup dan daya fertilisasi spermatozoa
libido atau keinginan mengawini
kemampuan mengawini
Suplemen vitamin C dan E kadang-kadang digunakan oleh peternak untuk meningkatkan fertilitas atau pelaksanaan reproduksi kuda jantan. Jika vitamin tambahan diperlukan, berikan suplemen seimbang yang jumlahnya banyak berisi semua vitamin tanpa jumlah berlebihan setiap pemberiannya untuk mendapatkan kesehatan yang optimal dan kemampuan bereproduksi.
Faktor lain yang sangat menunjang keberhasilan bertenak kuda adalah keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi yang tepat melalui pakan. Nutrisi tersebut akan menjamin kelangsungan hidup, pertumbuhan dan kesehatan kuda. Untuk pemenuhan kebutuhan gizi pakan harus diberikan sesuai dengan kondisi dan keadaan kuda.
Pemberian pakan tambahan meskipun kuda makan jerami dan rumput, kuda bukan lah ruminansia, sistem pencernaanya cukup unik bila dibandingkan dengan yang jenis ternak yang lainya. Kuda tidak memamah biak dan secara fisiologi tidak dapat meregurgitasi. Sehingga pemberian pakan harus diperhatiakan untuk keberlangsungan kesehatan kuda. Pemberian Nutrisi tambahan mungkin tidak akan membuat kuda jantan lebih subur, tetapi nutrisi yang rendah dan kondisi tubuh yang tidak sesuai dapat menimbulkan serangan jantung, libido rendah, dan rendahnya angka konsepsi. Kuda jantan harus diberikan pakan seimbang dan tidak boleh terlalu kurus atau terlalu gemuk.
Pada musim prebreeding, kuda jantan membutuhkan rumput kering berkualitas tinggi sebanyak 1,5%-2% dari jumlah bobot tubuhnya ( sekitar 1,5-2 pon rumput kering per 100 pon bobot tubuh atau 1,5 sampai 2 kg/100kg bobot tubuh). Jumlah rumput segar juga sedikit diberikan dalam pakan dengan mengurangi jumlah pakan rumput kering. Rumput segar diberikan jika kualitas rumput kering rendah. Pemberian vitamin atau mineral tambahan akan membantu
kebutuhan mikronutrien, dan garam-garam mineral adalah pilihan yang mudah didapat.
Pada musim kawin beberapa kuda jantan akan mengawini sampai 200 kuda betina per musim, dengan proses kawin berlangsung cepat. Pejantan harus diberi pakan rumput kering kualitas tinggi dengan jumlah minimum 1 persen dari bobot tubuh. Penyajian campuran rumput segar dengan satu atau dua gelas minyak sayur adalah alternatif yang efektif untuk pemberian energi tambahan.
Setelah musim kawin kuda jantan selesai, agar tetap dalam kondisi yang baik dapat dilakukan dengan penanganan pakan post-breeding yaitu dengan meningkatkan jumlah rumput kering dalam pakan dan menurunkan jumlah rumput segar. Hasil ejakulasi pada kuda bobot 1000 pon sekitar 100 cc. Kuda jantan yang memproduksi antara 25 cc dan 250 cc terbilang masih normal. Besarnya variasi ini berhubungan antara volume dan konsentrasi-kriteria kuda yang lain (Warrer, 2005).
Fertilitas kuda betina
Betapa pentingnya proses reproduksi bagi suatu usaha peternakan kuda bila mengingat bahwa tanpa adanya reproduksi, mustahil produksi ternak kuda dapat diharapkan mencapai maksimal. Oleh karena itu, menejemen infertilitas pada ternak kuda merupakan bagian yang amat penting dalam suatu usaha peternakan kuda. Agar dapat diperoleh efisiensi reproduksi yang baik, sehingga produksi ternak kuda dapat dicapai setinggi-tingginya, diperlukan menejemen infertilitas kuda yang baik.
Dengan produktivitas kuda yang tinggi, keuntungan diharapkan dapat diperoleh oleh peternak dalam jumlah yang memadai. Walaupun negara-negara yang sudah maju teknik peternakannya, kadang-kadang kegagalan menejemen pengelolaan reproduksi masih juga dialami oleh peternak, sehingga mereka sering menderita kerugian yang cukup besar. Kerugian ini adalah sebagai akibat langsung dari kesalahan dalam pengelolaan reproduksi, karena kesalahan pengelolaan reproduksi dapat mendorong terjadinya penurunan kesuburan pada ternak kuda yang bersangkutan. Dalam pengelolaan reproduksi ternak kuda yang baik, sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang besar, banyak faktor produksi yang harus mendapat perhatian.
Faktor menejemen pengelolaan itu meliputi :
a. Pemberian pakan yang berkualitas baik dan cukup.
b. Lingkungan serasi yang mendukung perkembangan kuda.
c. Tidak menderita penyakit khususnya penyakit menular kelamin.
d. Tidak menderita kelainan anatomi alat kelamin yang bersifat menurun,
baik sifat yang berasal dari induknya maupun berasal dari
pejantannya.
e. Tidak menderita gangguan keseimbangan hormon khususnya
hormone reproduksi,sehingga cukup kadarnya di dalam darah.
f. Sanitasi kandang yang baik.
Tujuan dari menejemen infertilitas yang baik pada ternak kuda, adalah untuk memperoleh produksi ternak kuda yang sebanyak-banyaknya sehingga diperoleh keuntungan yang setinggi-tingginya bagi pemilik ternak kuda. Produksi yang secara langsung dapat dinikmati peternak adalah benyaknya kuda yang lahir dan kualitas kuda yang baik dan berkualitas. Demikian pula biaya pemeliharaan, biaya pengobatan gangguan reproduksi, dan biaya operasional IB dapat ditekan serendah-rendahnya.
Oleh karena itu, perlu kiranya dibuat suatu menejemen kesehatan reproduksi pada suatu peternakan kuda. Dengan harapan, program kesehatan reproduksi yang efektif dapat menghasilkan efisiensi reproduksi yang lebih baik sehingga lebih meningkatkan pendapatan peternak yang berlipat daripada sebelumnya. Suatu kenyataan yang memprihatinkan adalah, suatu kasus kemajiran sering terjadi sebagai akibat kesalahan manusia, apakah itu karena peternak pemiliknya mencoba mengadakan pertolongan tanpa pengetahuan yang memadai atau oleh kecerobohan petugas peternakan dalam melaksanakan program kesehatan reproduksi pada ternak induk, karena kerja yang kurang profesional. Dalam menanggulangi suatu kasus gangguan reproduksi pada ternak khususnya pada sapi perah, usaha yang perlu digalakkan adalah melaksanakan program kesehatan reproduksi
Dalam program kesehatan reproduksi, kegiatan yang dilakukan yaitu antara lain : Meningkatkan keterampilan dan kesadaran beternak bagi para peternak antara lain adalah dengan cara memberikan penyuluhan yang intensif tentang teknik peternakan pada kelompok-kelompok peternak, memberi latihan dan pendidikan secara bertahap tentang pencegahan atau teknik penanggulangan gangguan reproduksi secara dini, yang diberikan secara tidak terlalu mendalam, Meningkatkan kesadaran peternak dengan memberi contoh di lapangan, bahwa daya reproduksi yang baik tanpa ada kasus, kemajiran dapat meningkatkan efisiensi reproduksi.
Selanjutnya akan meningkatkan produktivitas ternak mereka, berarti memberi keuntungan dan pendapatan yang lebih tinggi. Semua ini tergantung pada kemampuan peternak akan hasil latihan dan pendidikan yang telah diperoleh seperti siklus birahi, gejala birahi, deteksi birahi, ransum pakan, cara pertolongan kelahiran, praktek beternak yang baik, program vaksinasi, penanganan anakan kuda, pengelolaan kuda dara, dan lain-lain.
2. Pemeriksaan secara tetap tiap bulan pada ternak kuda betina oleh petugas kesehatan reproduksi. Pemeriksaan itu meliputi pemeriksaan melalui eksplorasi rektal, pengobatan pada tiap induk yang menderita gangguan reproduksi, dan lain-lain. Hasilnya dicatat, misalnya adanya siklus birahi yang abnormal, keluarnya kotoran dari alat kelamin, kuda induk yang bunting dari hasil pemeriksaan, induk kuda yang sudah tiga kali di kawinkan atau di IB tidak menjadi bunting, dan lain-lain. Selain data reproduksi yang dicatat, sekurang-kurangnya dua kali setahun "anakan kuda" atau kuda dara harus diukur kecepatan pertumbuhan badannya, tinggi badan, berat badan, dibandingkan dengan nilai baku yang normal untuk masing-masing pengukuran. Disamping itu dicatat pula data tentang prestasi reproduksi, seperti jarak antar melahirkan, waktu antara melahirkan sampai bunting kembali, jumlah perkawinan untuk satu kebuntingan, angka kebuntingan, prosentase induk yang birahi setelah 60 hari melahirkan, dan rata-rata umur kuda dara yang bunting.
3. Penilaian terhadap prestasi reproduksi induk. Dalam kegiatan ini petugas mengadakan evaluasi tentang data reproduksi yang telah diperoleh, dan dipakai untuk menentukan baik tidaknya efisiensi reproduksi pada kelompok ternak tersebut. Berdasar evaluasi data yang diperoleh, ditentukan perubahan-perubahan pengelolaan reproduksi yang mungkin terjadi pada ternak tersebut.
4. Pelaksanaan perubahan pengelolaan reproduksi menuju keuntungan yang lebih baik. Dalam pengelolaan yang baru pada ternak, perbaikan didasarkan kepada adanya persoalan yang dihadapi kelompok ternak, yang terdiri dari:
a. Ransum pakan induk yang sedang laktasi atau menyusui anak.
Ransum yang diberikan pada induk kuda dipakai selain untuk proses reproduksi seperti untuk memelihara kebuntingan juga untuk laktasi dan pertumbuhan badan. Oleh karena itu, induk yang sedang bunting dan laktasi akan membutuhkan ransum yang lebih banyak daripada ransum untuk induk yang sedang laktasi, sedangkan induk yang sedang laktasi akan membutuhkan ransum yang lebih banyak daripada kuda betina yang sedang tumbuh. Ransum yang kekurangan energi (karbohidrat) dapat menimbulkan penurunan kesuburan dan gangguan reproduksi. Kekurangan pakan dalam jangka waktu lama pada kuda dara dapat menghambat timbulnya dewasa kelamin, sedangkan pada kuda induk dapat menyebabkan siklus birahi yang tidak normal dan anestrus karena terjadinya atropi ovarium.
Sama halnya dengan kekurangan pakan, pemberian pakan yang berlebihan dalam waktu yang lama sehingga menimbulkan kegemukan (obesitas), juga dapat mengakibatkan penurunan kesuburan pada induk kuda tersebut sampai kepada kemajiran. Bagi induk yang sedang bereproduksi dibutuhkan ransum yang berimbang agar kesuburannya tetap terjaga baik. Ransum yang berimbang artinya mengandung energi, protein, vitamin, dan mineral yang cukup dan keseimbangan yang baik. Dibutuhkan kadar protein 17%-18% dalam ransum untuk induk kuda yang sedang laktasi. Sumber energi dapat dicukupi dari hijauan makanan ternak yang memadai. "anakan kuda" dengan ransum hijauan makanan ternak yang cukup dan 1 kg biji-bijian dapat mencapai pubertas pada umur 15 bulan. Pada ternak kuda, Vitamin-vitamin yang dibutuhkan untuk membantu perkembangan dan siklus reproduksi sangat penting agar terhindar dari infertilitas.
Vitamin-vitamin ini dapat ditambahkan melalui pakan, misalnya vitamin A,D,E, K, B dan lain-lain. Mineral sangat dibutuhkan oleh tubuh seperti Calcium (Ca) dan Posfor (P). Kadar Ca dibutuhkan sedikit lebih banyak dari P di dalam ransum. Jika sebaliknya yaitu kadar P lebih banyak dari Ca, dapat mengganggu proses reproduksi seperti metritis atau retensi plasenta. Kebutuhan mineral jarang (trace element) seperti cobalt, selenium, indium, ferrum, cuper, mangan, sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk proses reproduksi. Bagi suatu daerah yang tanahnya kekurangan mineral jarang, rumput yang dihasilkan juga langka mineral, sehingga induk hewan harus disediakan mineral jarang ini dalam ransum Pada akhir-akhir ini pemberian mineral jarang, diberikan dalam bentuk balok mineral yang dapat dijilat oleh induk kuda jika kekurangan dalam tubuhnya.
b. Kondisi lingkungan yang kurang serasi.
Kuda import yang ada di Indonesia, misalnya, lingkungannya disesuaikan dengan asalnya, harus hidup di udara yang dingin sehingga proses reproduksi dapat berjalan normal. Sebaliknya, kuda yang ada di Indonesia pengaruh suhu lingkungan tidak terlalu mempengaruhi daya reproduksi. Di daerah tropis dimana suhu udaranya panas sepanjang tahun, produktivitas dan daya reproduksi kuda sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan khususnya suhu udara. Hasil penelitian Thatcher (1986) pada kuda memberikan informasi tentang pengaruh suhu udara yang tinggi terhadap prestasi reproduksi.
Thatcher melaporkan bahwa sesungguhnya induk kuda yang sedang laktasi, sangat sensitif terhadap pengaruh suhu udara yang panas. Selama musim panas angka kebuntingan akan menurun pada induk kuda yang dipelihara di luar kandang. Udara yang terlalu panas setelah inseminasi buatan dapat menghambat proses pembuahan sel telur, atau bila pembuahan dapat terjadi, dapat disusul dengan kematian embrio dini. Keadaan ini ada hubungannya dengan suhu uterus yang meningkat karena udara di luar yang panas sehingga akhirnya dapat mempengaruhi sel telur atau embrio dan menurunkan angka pembuahan.
Suhu udara yang panas juga dapat meningkatkan jumlah kasus birahi tenang atau birahi yang tidak dapat dideteksi pada induk kuda. Penelitian dengan mengukur hormon reproduksi, menunjukkan bahwa induk yang sedang laktasi dihadapkan pada suhu udara yang panas dapat mengganggu siklus birahi. Suhu yang panas juga dapat menyebabkan penurunan kadar hormon reproduksi seperti FSH dan LH, selain itu juga dapat menyebabkan penurunan volume dari yang mengalir ke alat reproduksi, sehingga menyebabkan perubahan lingkungan uterus yang lebih panas dan menambah kemungkinan kematian embrio. Menurut peneliti ini, suhu yang panas dapat menurunkan best lahir anakan kuda" dan best plasentanya disamping memperpanjang involusi uteri dan menurunkan aktivitas ovarium dari induk pasca melahirkan. Usaha menanggulangi suhu yang tinggi khususnya pada peternakan kuda yang berada di dataran rendah dapat dilakukan dengan menanam pohon pelindung di sekitar kandang dan di lapangan penggembalaan. Harus dihindari adanya sinar matahari langsung pada tubuh induk kuda. Kandang agar dibuat sedemikian rupa, sehingga adanya ventilasi menyebabkan pergerakan angin dapat terjadi dengan leluasa dalam kandang, tetapi tidak langsung mengenai tubuh kuda. Dinding kandang tidak mengarah ke timur dan barat, tetapi mengarah ke utara dan selatan. Atap kandang dibuat dari bahan yang tidak menyerap panas.
Bila atap terbuat dari bahan metal, pada permukaan bawah atap sebaiknya dicat warna hitam agar panas sinar matahari dapat diserap dengan baik. Induk kuda lebih sering disiram dengan air, khususnya bila udara terlalu panas, untuk menurunkan suhu tubuh. Induk kuda yang ditempatkan di kandang yang didinginkan suhunya, dapat meningkatkan produksi susu dan daya reproduksi dapat lebih baik. Penanggulangan suhu udara yang tinggi ini juga berlaku untuk ternak-ternak yang lain.
c. Deteksi birahi kurang baik.
Seperti telah diketahui, tanda-tanda birahi pada ternak khususnya pada induk kuda adalah adanya kemerahan, kebengkakan dan alat kelamin luar yang hangat, disertai lendir yang kental dan bersih yang menggantung keluar dari alat kelamin, dan diikuti dengan tingkah laku homoseks dan suara berisik pada betina tersebut. Namun kadang-kadang tanda-tanda birahi ini tidak dapat dilihat dengan jelas, bahkan tidak tampak sama sekali. Bila kuda induk selalu ada dalam kandang maka dapat digolongkan sebagai kuda induk yang menderita birahi tenang. Birahi tenang ditandai adanya ovulasi pada ovarium, tanpa diikuti oleh gejala birahi secara klinis yang jelas. Deteksi birahi yang hanya dilakukan didalam kandang sering kali hasilnya nihil, apalagi bila hanya dilakukan sekali dalam sehari. Oleh karena itu, orang sering mengatakan hal yang salah, seperti birahi tenang dikatakan disebabkan oleh deteksi birahi yang tidak baik. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, deteksi birahi dapat dilakukan tiga kali sehari pada waktu pagi, tengah hari, dan menjelang malam.
Di Eropa pangamatan birahi dengan memantau kuda dengan kamera yang diarahkan ke kuda (dikandang) untuk menghindari kuda-kuda yang mudah stress. Dengan pengamatan birahi sebanyak tiga kali dalam sehari, seluruh kasus birahi dapat dideteksi secara baik sehingga inseminasi buatan atau pengawinan secara alami dapat dilakukan tepat pada waktunya. Gejala birahi yang lebih mudah dikenal bila induk kuda berada bersama-sama di luar kandang atau di lapangan penggembalaan, yaitu berdiri diam jika dinaiki betina lain atau berusaha menaiki betina lain. Sifat homoseks ini merupakan tanda yang paling baik pada kuda betina sewaktu birahi. Barang kali gejala birahi macam ini tidak dapat dilihat bila induk kuda berada di dalam kandang.
Oleh karena itu, induk sebaiknya dikeluarkan dari kandang bersama dengan induk kuda milik peternak lain agar gejala homoseksualitas atau saling menaiki dapat segera dilihat. Penelitian di Amerika Serikat selama musim dingin mengenai deteksi birahi terhadap 60.000 ekor induk kuda, menghasilkan hal-hal sebagai berikut (Anonimous, 1981): bila kuda betina tidak dikeluarkan sama sekali dari kandang, hasil deteksi birahi hanya mencapai 64%; bila induk kuda dikeluarkan sekali dalam sehari, hasil deteksi birahi mencapai 69,59%, dan bila induk dikeluarkan dua kali sehari, deteksi birahi mencapai 70,4%. Mengeluarkan induk dari kandang kelapangan, walaupun singkat waktunya, sangat berguna bagi kesehatan induk karena selain dapat memperbaiki nafsu makan, juga memperbaiki daya cerna perut, dan dapat membantu penyumbatan ambing pada waktu prows melahirkan. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Kinder dan Zalesky pada tahun 1985 membuktikan bahwa keberadaan kuda pejantan di dalam lingkungan kelompok kuda betina dapat mempengaruhi kegiatan reproduksi pada betina-betina tersebut. Hubungan antara pejantan dengan betina induk dalam suatu lapangan penggembalaan dapat meningkatkan derajat dari gejala birahi pada betina. Dalam hal ini peranan saraf-saraf mata, pencium, pendengar pada betina sangat besar.
Feromone suatu bahan kimiawi yang dihasilkan oleh pejantan diduga dikeluarkan melalui urine, feses, atau oleh kelenjar keringat, selanjutnya melalui udara dapat diterima oleh saraf pencium hewan betina, mengakibatkan adanya respon perilaku birahi pada kuda betina melalui mekanisme hormonal. Berdasar hasil penelitian ini, Kinder dan Zalesky menganjurkan untuk menempatkan pejantan di tengah-tengah kuda betina di lapangan penggembalaan khususnya kuda betina yang baru melahirkan, agar dapat mendorong timbulnya birahi kembali pada waktu yang lebih cepat. Dianjurkan oleh peneliti ini agar perbandingan pejantan dengan betina 1:20. Khusus untuk induk yang baru melahirkan, dianjurkan agar dipilih induk yang telah lebih dari tiga hari pasca melahirkan.
d. Menentukan waktu yang tepat untuk dikawinkan.
Waktu perkawinan yang tepat bagi hewan betina merupakan faktor penting, karena dapat menghasilkan keuntungan yang besar bagi peternak bila terjadi kebuntingan pada waktu yang tepat. Sebaliknya, waktu perkawinan yang salah cenderung menyebabkan gangguan reproduksi karena dapat menunda kebuntingan. Waktu inseminasi buatan pertama atau pengawinan alami pertama pada kuda dara yang balk pemeliharaannya, dapat dilakukan pada birahi pertama yang muncul pada umur 15-18 bulan, sedang bagi kuda-kuda dara yang kurang baik pemeliharaannya, IB pertamatau pengawinan alami baru dapat dilakukan pada umur 3-4 tahun. Setelah melebihi umur 4 tahun pada kuda dara, perkawinan cenderung menyebabkan penurunan prestasi reproduksi. Kuda betina dara yang belum dikawinkan pada umur 4 tahun, cenderung terjadi siklus birahi yang tidak teratur atau terbentuknya kista ovarium dan gangguan reproduksi yang lain. Kuda dara yang dapat melahirkan "anakan kuda" pertama pada umur 2 tahun, akan mempunyai masa laktasi dan jangka waktu bereproduksi lebih lama dibanding dengan kuda dara yang melahirkan "anaan kuda " pertama pada umur 4 tahun atau lebih. Setelah melahirkan, induk akan menunjukkan gejala birahi kembali antara minggu kedua sampai minggu ke sepuluh, walaupun uterus belum mengalami involusi secara normal.
Uterus membutuhkan waktu 3-6 minggu untuk proses involusi yaitu kembalinya uterus kepada keadaan normal setelah melahirkan. Kesuburan induk pada periode 3-6 minggu masih sangat rendah dan kesuburan akan kembali normal setelah 40-60 hari pasca melahirkan, di mana kira-kira 90% dari induk akan menunjukkan gejala birahi yang normal pada periode ini. Pengawinan atau IB yang dilakukan pada 40-60 hari pasca melahirkan dapat menghasilkan angka kebuntingan sampai 80%. Hasil ini akan sama baiknya bila pengawinan atau IB dilakukan pada periode 80-90 hari pasca melahirkan. Ini berarti penundaan waktu IB setelah hari ke 90 pasca melahirkan tidak mempengaruhi angka kebuntingan
e. Pengelolaan terhadap uterus pasca melahirkan.
Walaupun proses kelahiran berjalan secara normal, pencemaran dari berbagai jasad renik pada uterus tetap dapat terjadi. Sanitasi lingkungan khususnya kandang, pada waktu melahirkan, sangat menentukan tingkat pencemaran uterus setelah melahirkan. Dilaporkan oleh Rendell (1986), bahwa 90% dari induk kuda yang melahirkan, bakteri masih dapat ditemukan dalam uterus 10 hari setelah melahirkan. Kejadian infeksi uterus, pasca melahirkan pada kuda cukup tinggi. Ini disebabkan kelahiran kuda umumnya terjadi di kandang, sedang pada kuda yang tidak dikandang, kelahirannya terjadi dipadang penggembalaan yang sanitasinya lebih baik daripada di kandang. Kasus kelahiran yang tidak normal seperti distokia, retensi plasenta, atau pneumovagina merupakan penyebab infeksi terbesar pada uterus. Demikian pula alat-alat yang dipakai dalam pertolongan kelahiran yang tidak bebas hama, merupakan penyebab yang lain dari infeksi uterus.
Corine bacterium piogenes yang banyak terdapat di alam bebas termasuk di lantai kandang, merupakan bakteri nonspesifik yang paling sering menyebabkan infeksi pada uterus. Bakteri ini akan cepat berkembang dalam rongga uterus diikuti oleh keluarnya kotoran dari alat kelamin induk hewan. Bakteri nonspesifik lain yang dapat berada di dalam uterus adalah streptococcus, stafiloccocus, E.coli dan, pseudomonas aeroginosa. Bakteri-bakteri ini dapat menimbulkan terjadinya peradangan pada uterus bila jumlahnya cukup besar, atau dapat menyebabkan induk menderita kawin berulang artinya, bila induk kuda dikawinkan berulang kali, tidak pernah menjadi bunting walaupun birahinya jelas dan siklus birahinya berjalan secara normal. Pencegahan terjadinya infeksi uterus yang terbaik adalah dengan menyelenggarakan sanitasi yang tinggi dari kandang, disamping alat-alat yang dipakai untuk pertolongan kelahiran harus dalam keadaan bebas hama (stern).
Infeksi uterus biasanya diobati dengan berbagai antibiotika atau kemoterapeutika, tergantung macamnya jasad renik yang menginfeksi. Namun perlu diingat bahwa pengobatan dengan antibiotika mempunyai resiko bila diikuti oleh resistensi bakteri atau adanya residu pada daging dan air susu. Resiko lainnya adalah gangguan terhadap pertahanan tubuh yang ada secara alami. Oleh karena itu, berbagai kemoterapeutika seperti larutan indium, natrium hipoklorit, atau klorheksadin telah banyak dipakai untuk pengobatan infeksi uterus pada kuda, dalam usaha menghindari residu antibiotika pada air susu penderita terhadap anaknya. Akhir-akhir ini antibiotika berspektrum luas telah banyak dipakai sebagai pengobatan intrauteri. Hasil pengobatan terhadap infeksi uterus sangat bervariasi, karena banyak faktor yang mempengaruhi, seperti sensitivitas bakteri terhadap obat yang diberikan, dosis obat, lamanya pengobatan, cara pemberian obat, umur induk kuda, status gizi, stres karena keadaan keliling dan faktor pengelolaan. Pemakaian obat secara berturut-turut dalam waktu lama mungkin tidak ekonomis karena dapat mengembangkan jenis bakteri yang tahan terhadap obat tersebut. Pemberian obat untuk infeksi uterus biasa dilakukan dengan intra uterina karena pengobatan secara parenteral membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Kombinasi pengobatan antara intrauteri dan parenteral dapat juga dilakukan terhadap infeksi uterus.
Menejemen infertilitas pada peternakan kuda sangatlah penting untuk mencegah terjadinya kasus infertil dan untuk meningkatkan keuntungan dalam beternak kuda. Hal- hal yang sangat penting dalam menejemen infertilitas pada kuda antara lain : Pemberian pakan yang berkualitas baik dan cukup, lingkungan serasi yang mendukung perkembangan kuda, tidak menderita penyakit khususnya penyakit menular kelamin, tidak menderita kelainan anatomi alat kelamin yang bersifat menurun, baik sifat yang berasal dari induknya maupun berasal dari pejantannya, tidak menderita gangguan keseimbangan hormon khususnya hormone reproduksi,sehingga cukup kadarnya di dalam darah, sanitasi kandang yang baik,Pemeriksaan alat reproduksi yang rutin untuk mencegah infertilitas, penilaian terhadap prestasi reproduksi induk, deteksi birahi kurang baik, penentuan waktu yang tepat untuk dikawinkan, dan Pengelolaan terhadap uterus pasca melahirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bearden, H.J. and Fuquay J.W. 1980. Applied animal reproduction. Reston
Publishing Company Inc. A Prentice Hall Co. Reston, Va. P. 264.
Hafez, E.S.E. 1959. Reproductive capasity of farm animals in relation to climate and nutrition. J. Amer. Vet.Med. Assoc. 135: 606.
Jainuddin, M.R. and Hafez E.S.E. 1987. Reproductive failure in females. in Hafez, Ed. Reproduction .in farm animals. 5th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia, p. 399 - 422.
Julien, W.E., Conrad H.R., Jones, J.E. and Moxon, A.L. 1976. Selenium and
vitamin E and incidence of retained Placenta in parturient dairy cows. J. dairy Sci. 59: 1954.
Reid, J.T. 1960. Effect of energy intake upon reproduction in farm animals. J. dairy Sci (Supp) 43:103.
Roberts, S.J. 1971. Veterinary obstetrics and genital diseases. Edwards Brother, Inc. Ann. Arbor, Michigan P 151.
Waldhahm, D.G. dkk. 1979. Restricted dietery protein in pregnant beef cows. I. The effect on length of gestation and calf hood mortality. Theriogenology 12: 61. SA
Dari berbagai jenis kuda di dunia, kuda Arab dapat dianggap sebagai cikal bakal dari kuda-kuda yang ada sekarang ini. Kuda yang terdapat di wilayah Asia Tenggara termasuk ras timur. Hal ini berbeda dengan kuda ras asal yang memiliki tenglorak lebih besar. Dari bentuk wajahnya, kuda ras timur diduga merupakan keturunan kuda Mongol. Kuda ini merupakan keturunan dari jenis Przewalski yang ditemukan tahun 1879 di Asia Tengah. Penyebarannya ke wilayah asia mungkin dilakukan oleh bangsa Hindu.
Kuda merupakan hewan yang bersifat nomadik dan bersemangat tinggi. Dalam keadaanliar efisiensi reproduksi kuda dapat mencapai 90 % atau lebih tetapi dalam kondisi domesticdengan adanya campur tangan manusia tingkat efisiensi reproduksinya sangat menurun. Hal itudisebabkan oleh kurangnya kesempatan latihan fisik, penyakit serta manajemen pemeliharaanyang belum baik.Seekor kuda betina dara akan mencapai pubertas pada umur 12 sampai 15 bulan, tetapilebih baik dikawinkan setelah mencapai umur 2 tahun karena kuda betina yang dikawinkan padaumur yang muda tingkat kebuntingannya rendah. Siklus estrus seekor kuda betina rata-rata 21hari dengan kisaran waktu antara 10 sampai 37 hari.
Periode birahinya rata-rata 4 sampai 6 hari.Tanda-tanda birahi kuda meliputi gelisah, ingin ditemani kuda lain, urinasi berulang kali sertapembengkakan dan pergerakan vulva.Saat kawin ovulasi terjadi pada saat-saat akhir periode estrus. Telur yang dihasilkan dapathidup selama 6 jam sedangkan sperma pejantan dapat bertahan hidup sekitar 30 jam dalamsaluran reproduksi betina. Rata-rata masa kebuntingan kuda 335 hari dengan kisaran 315 sampai350 hari.
Pemeriksaan kebuntingan dapat dilakukan dengan melakukan palpasi rectal sekitar 60hari setelah kawin. Tanda-tanda awal kelahiran berupa membesarnya ambing, otot-otot vulvaberelaksasi, ligamentum pelvis berelaksasi, menjauhi kuda lain (menyendiri ), gelisah.
Sistem Reproduksi kuda dan Perilaku kawin kuda sangat berbeda dari hewan lain. Kuda bertanggung jawab atas segalahsesuatu dalam reproduksi, termasuk periode kehamilan, laktasi, kelahiran dan siklus estrus. Kuda memiliki dua ovarium dari 7-8 cm panjangnya. Seorang peternak kuda harus mengetahui siklusreproduksi ternak kudanya. Kuda betina dan kuda jantan pasangan satu sama lain pada waktu tertentu dan kesempatan. Perilaku perkawinan kuda menunjukkan bahwa mereka tidak biasanya pasangan dalamlingkungan sosial. Kuda-kuda membutuhkan banyak ruang terbuka untuk pasangan.
Kuda merupakan hewan yang bersifat nomadik dan bersemangat tinggi. Dalam keadaan liar efisiensi reproduksi kuda dapat mencapai 90 % atau lebih tetapi dalam kondisi domestic dengan adanya campur tangan manusia tingkat efisiensi reproduksinya sangat menurun. Hal itu disebabkan oleh kurangnya kesempatan latihan fisik, penyakit serta manajemen pemeliharaan yang belum baik. Hasil survey yang dilakukan oleh Direktorat Bina Program Peternakan menunjukkan bahwa 57% pemilik ternak kuda adalah petani, 30 % selain pemilik juga bekerja sebagai sais dan hanya 13% yang memelihara sebagai sambilan atau kesenangan.
Pengalaman mereka dalam beternak kuda rata-rata lebih dari 16 tahun, dengan kisaran antara 14 – 20 tahun. Mereka memperoleh pendapatan dari mempekerjakan kuda yang dipeliharanya, yaitu untuk menarik gerobag atau berfungsi sebagai andong.
Sistem pemeliharaan ternak kuda pada umumnya cukup baik, yaitu menggunakan kandang beratap genting, tiang bambu atau kayu dengan lantai dari papan atau tanah yang telah diperkeras terlebih dahulu. Luas kandang rata-rata berkisar antara 10,5 – 13,5 meter persegi per ternak kuda yang dipelihara.
Kuda yang terdapat di Indonesia pemuliaannya dipengaruhi oleh iklim tropis serta lingkungannya. Tinggi badannya berkisar antara 1,15 – 1,35 meter, sehingga tergolong dalam jenis poni. Bentuk kepala umumnya besar dengan wajah rata, tegak, sinar mata hidup serta daun telinga kecil. Ciri-ciri lain, bentuk leher tegak dan lebar. Tengkuk umumnya kuat, punggung lurus dan pinggul kuat. Letak ekornya tinggi dan berbentuk lonjong, dada lebar, sedang tulag rusuk berbentuk lengkung serasi. Kakinya berotot kuat, kening dan persendiannya baik. Sedangkan bentuk kuku kecil dan berada di atas telapak yang kuat. Jika kuda ini berdiri, akan tampak sikapnya yang kurang serasi (kurang baik), karena kedua kaki bagian muka lebih berkembang bila dibandingkan dengan kaki belakang. Sikap berdiri seperti ini terdapat pada berbagai jenis kuda di Asia Tenggara.
Khazanah kuda di Indonesia diperkaya lagi setelah kedatangan bangsa Eropa. Armada kapal portugis yang dating ke wilayah Indonesia bagian Timur pada abad ke-16 untuk mencari rempah-rempah, men yinggahi beberapa pelabuhan di wilayah itu antara lain, Sulawesi Utara. Pada saat singgah itulah mereka memperkenalkan jenis kuda yang mereka bawa kepada penduduk setempat. Terjadilah tukar-menukar barang dagangan antara penduduk dan para pedagang Portugis tersebut. Kuda asal Eropa itu kemudian disilangkan dengan kuda milik mereka. Hasil persilangan ini membuahkan keturunan kuda Eropa di Minahasa.
Selain jenis kuda Arab dan Eropa yang dikenal di Indonsia, masih ada lagi satu jenis kuda yang disebut kuda Mongol, berasal dari daratan Asia. Kuda-kuda ini kemudian disilangkan dengan jenis kuda setempat dan menghasilkan kuda baru, berukuran tinggi120 cm, bulu berwarna antara lain keemasan, hitam dan putih. Kuda ini masih terdapat di Cirebon dan pegunungan Tengger di Jawa Timur.
Jenis-jenis kuda yang terdapat di Indonesia antara lain kuda Makasar, kuda Gorontalo dan Minahasa, kuda Sumba, kuda Sumbawa, kuda bima, kuda Flores, kuda Sabu, kuda Roti (kuda Kori), kuda Timor, kuda Sumatra, kuda Jawa, kuda Bali dan Lombok, kuda Kuningan. (hal 18 – 24)
TATALAKSANA PEMELIHARAAN KUDA
Kuda Pejantan
Kuda pejantan merupakan salah satu faktor penting yang akan menentukan hari depan peternakan kuda. Biasanya pejantan yang baik akan menghasilkan keturunan yang baik pula. Salah satu cara untuk memilih pejantan yang baik adalah dengan cara melihat sertifikatnya. Dari sini dapat ditelusuri riwayatnya.
Disamping menggunakan data yang tercantum di serifikat, dalam memilih pejantan perlu diperiksa tingkat kesuburannya. Tingkat kesuburan yang dapat dipilih adalah yang menpunyai nilai 60%. Apabila tingkat kesuburan di bawah 50%, maka tingkat kesuburannya relatif kecil.
Kuda Betina
Kuda betina berfungsi sebagai induk. Maka untuk melatihnya harus dipertimbangkan segi kesehatan, ketegapan, kelebaran dadanya, dan panjang tubuhnya. Semua ini berkaitan dengan perkembangan calon anak di dalam tubuh induk. Seekor kuda betina dara akan mencapai pubertas pada umur 12 sampai 15 bulan, tetapi lebih baik dikawinkan setelah mencapai umur minimal 2 tahun karena kuda betina yang dikawinkan pada umur yang muda tingkat kebuntingannya rendah. Siklus estrus seekor kuda betina rata-rata 21 hari dengan kisaran waktu 14 hari diestrus ( Fase luteal ) dan 7 hari estrus. Periode birahinya rata-rata 4 sampai 6 hari ( Hafez, 1994 ). Tanda-tanda birahi kuda meliputi gelisah, ingin ditemani kuda lain, urinasi berulang kali serta pembengkakan dan pergerakan vulva ( Brakely, 1998 ).
Manajemen Pemeliharaan
Induk kuda dan anak-anaknya dicampur dengan kuda dewasa lain. Tetapi anak kuda sebaiknya dipisahkan dari induknya setelah berusia 6 bulan. Pada usia satu tahun, anak kuda jantan harus sudah dipisah dari kuda betina.
Induk kuda dan anak kuda memerlukan tempat umbaran yang agak luas, karena anaknya harus membiasakan diri berlari. Sampai umur dua tahun anak kuda memerlukan tempat umbaran cukup luas, karena di tempat itulah proses pertumbuhannya dibentuk.
Untuk menjaga keamanan dan keselamatan kuda, pagar umbaran sebaiknya dibuat dari kayu atau besi yang kuat. Jangan memakai kawat berduri. Pada areal umbaran diusahakan agar bebas dari benda-benda tajam atau keras yang dapat mengakibatkan kuda cedera. Pintu pagar harus selalu tertutup. Di tanah umbaran jangan sampai ada yang berlubang, supaya kaki kuda tidak terperosok, sehingga mengakibatkan kakinya terkilir. Begitu pula dengan tempat makan dan minum, dipilih deri bahan yang lunak tapi kokoh. Untuk menahan tiupan angin kencang dan sekaligis sebagai tempat berteduh, di sekeliling pagar ditanami pohon pelindung.
Tatalaksana Perkandangan
Membangun kandang di daerah tropis, diusahakan agar ada ventilasi sehingga pertukaran udara bias berjalan lancar dan tidak menimbulkan hawa panas di dalamnya. Air hujan jangan sampai masuk ke dalam kandang. Untuk kuda yang akan melahirkan, dipergunakan kandang yang agak tertutup. Biasanyan kuda beranak pada malam hari atau menjelang pagi.
Di tiap bagian kandang harus dilengkapi dengan air bersih. Bagi kuda betina yang sedang menyusui, air minum harus diperhatikan betul, karena jika kekurangan maka air susu induk akan berkurang pula.
Kandang untuk kuda betina dan anaknya harus agak lebar supaya anak-anak kuda dapat bergerak dengan bebas. Kandan pejantan harus lebih kuat daripada kandang betina atau anak kuda. Letaknya usahakan agak jauh dari kandang betina agar tidak selalu terganggu.
Gudang makanan kuda sebaiknya dibangun berdekatan dengan kandang pemeliharaan agar pengangkutannya mudah. Gudang tempat menyimpan obat-obatan dan klinik dibangun berdekatan dengan kandang untuk induk yang akan melahirkan agar mudah memberi pertolongan bila diperlukan.
Tatalaksana Perkawinan
Dua – tiga bulan sebelum masa perkawinan, kuda pejantan mulai dipersiapkan dengan memberi makanan bergizi. Dalam makanannya perlu ditambahkan vitamin, supaya kesuburannya meningkat. Tambahan menu makanan yang lain pada masa kawin adalah telur segar, susu bubuk, dan madu asli.
Peralihan dari masa kawin untuk memasuki masa istirahat, tidak boleh berlangsung secara mendadak. Frekuensi perkawinan dikurangi secara bertahap. Menu makanan pun diubah secara bertahap. Hal ini hendaknya diperhatikan betul agar kuda pejantan tersebut tidak mengalami stress. Masa istirahat pejantan sebaiknya dijalani dengan tenang, jauh dari gangguan kuda lain. Pada masa inilah, pemberian vitamin dikurangi.
Pejantan yang akan diunakan sebagai pemacek sebaiknya sudah berumur 4 tahun. Bila yang dipakai sebagai pejantan adalah bekas kud apacu, maka diistirahatkan lebih dulu selama kurang lebih enam bulan. Setelah itu baru digunakan sebagai pejantan.
Kuda betina yang baru untuk pertama kali dikawinkan, dipilih yang berumur 3 tahun. Biasanya kuda betina hanya mau dikawinkan bila dalam kondisi subur. Untuk mengetahui subur tidaknya, ditempetkan dengan kuda jantan. Yang paling mudah adalah di padang penggembalaan. Apabila tidak menghindar sewaktu dinaiki kuda jantan, kemungkinan besar memang sedang dalam keadaan subur (birahi). Terkadang ada pula kuda betina yang “pura-pura” birahi, diam saja sewaktu dinaiki oleh pejantan, tetapi dalam kenyataannya setelah diperiksa kebuntingannya, tidak menunjukkan tanda-tanda bunting.
Kuda betina yang baru melahirkan masa suburnya dapat dihitung dengan kisaran 9-30 hari sesudah beranak. Jika meleset, dapat dikawinkan dengan satu masa subur yaitu 21 hari kemudian. Sama seperti pejantan, kuda betina yang akan dikawinkan dipersiapkan 3 bulan sebelumnya dengan memberinya makanan yang bergizi dan tambahan vitamin yang bias meningkatkan kesuburan. Saat kawin ovulasi terjadi pada saat-saat akhir periode estrus. Telur yang dihasilkan dapat hidup selama 6 jam sedangkan sperma pejantan dapat bertahan hidup sekitar 30 jam dalam saluran reproduksi betina. Rata-rata masa kebuntingan kuda 335 hari dengan kisaran 315 sampai 350 hari (Blakely, 1998 ).
Kelahiran dapat terjadi pada waktunya atau 7 hari maju atau 7 hari mundur. Perkawinan ulang sesudah melahirkan adalah 30 hari kemudian. Masa subur kuda betina hanya berlangsung sekitar 5 hari. Setelah gejala subur pada hari pertama tampak, perkawinan dapat dilakukan pada hari kedua, dan diulang pada hari keempat. Kuda betina bekas kuda pacu diistirahatkan dulu selama 6 bulan sebelum siap untuk dikawinkan.
Untuk mengetahui bunting atau tidaknya adalah dengan mendekatkan pejantan pada hari ke-21. Ini berdasarkan tentang satu daur ulang sesudah perkawinan atau memasuki dair berikutnya. Bila bunting, kuda betina bersangkutan tidak mau didekati oleh pejantan sedangkan bila tidak bunting, maka dia bersedia untuk dikawini. Selain itu dapat dilakukan pemeriksaan kebuntingan dengan melakukan palpasi rectal sekitar 60 hari setelah kawin. Tanda-tanda awal kelahiran berupa membesarnya ambing, otot-otot vulva berelaksasi, ligamentum pelvis berelaksasi, menjauhi kuda lain ( menyendiri ), gelisah ( Blakely, 1998 ).
Kebutuhan Zat-zat mineral
Mineral yang dibutuhka kuda adlah Ca dan P, karena kuda memerlukan tulang yang kuat. Kekurangan mineral ini dalam ransum dapat menyebabkab timbulnya penyakit ricketsia pada kuda yang masih muda serta munculnya osteomalacia pada kuda yang telah dewasa. Keseimbangan mineral ini juga sangant berpengnaruh terhadap kesehatan dan perkembangan fertilitas kuda.
Imbangan Ca:P yang dianjurkan adalah 1,1:1 sampai 1,4:1 agar keseimbangan mineral didalam tubuh kuda tetap terjaga. Ca dan P yang dibutuhkan didalam ransum sebesar 0,60%-0,70%. Bahan yang dianjurkan sebagai sumber Ca dan P adalah tepung tulang dan dapat dicampur dengan garam dalam perbandingan 2:1.
Fertilitas merupakan suatu derajat kemampuan bereproduksi. Pada kuda, satu kelahiran normal hewan muda pertahun yang dapat hidup menunjukkan derajat fertilitas yang dicapai. Pada kuda, mortalitas yang tinggi berhubungan dengan kelahiran kembar dua (twin) atau kembar tiga (triplet), merupakan pilihan sebagai kelahiran yang tidak diinginkan. Hubungan kecakapan reproduksi dengan angka perkawinan sering digunakan untuk menggambarkan derajat fertilitas (Rice, Arthur et al., 1957)
Rendahnya fertilitas sering terjadi pada cacat secara anatomis atau penyakit genital. Ada kecenderungan bahwa hal tersebut berhubungan dengan defesiensi nutrisi.
Penampilan fertilitas sangat erat hubungannya dengan status nutrisi, khususnya pemasukan energi dan perubahan BCS. Manajemen penggembalaan dan pakan harus selalu memperhatikan pada pemasukan energi secara maksimal dan meminimalkan kehilangan BCS (Mackey-Mullholand, 2005).
Angka kehamilan dalam mengelola populasi kuda tergantung fertilitas sejak lahir pada kuda jantan dan betina, dan juga kualitas manajemen perkawinan karena biasanya seekor kuda jantan kawin dengan beberapa kuda betina. Fertilitas kuda jantan adalah faktor penting dalam suksesnya program perkawinan (b.colenbrander@vet.uu.nl, 2003) .
Kuda jantan turunan murni dengan jenis yang lebih besar membutuhkan pakan tingi protein, sebanyak 7 kg kulit gandum dalam kebutuhan harian untuk fertilitas maksimal. Rumput kering berkualitas baik merupakan sesuatu yang sangat diperlukan. Dalam hal ini, untuk menjaga kuda agar sehat tapi tidak terlalu gemuk. Kegemukan merupakan penyebab primer dari sterilitas dan juga mengarah ke laminitis dengan kondisi kesakitan pada daerah kaki (Smith, 1995)
Dalam keberadaannya, organ genital kuda jantan harus normal dan berfungsi. Kedua testis harus terlihat, letaknya lateral dan ukurannya sama. Jika salah satu testis ada yang tertahan (tidak bisa keluar), maka kuda tersebut tidak baik untuk digunakan sebagai kuda jantan pembiak. Seperti yang diketahui, kuda tersebut biasanya infertil dan jika bereproduksi, akibatnya hewan tersebut cenderung untuk mewarisi kecacatannya pada turunannya (Smith, 1995).
Fertilitas pejantan pada kuda ditentukan dari beberapa fenomena, yaitu :
produksi semen
daya tahan hidup dan daya fertilisasi spermatozoa
libido atau keinginan mengawini
kemampuan mengawini
Suplemen vitamin C dan E kadang-kadang digunakan oleh peternak untuk meningkatkan fertilitas atau pelaksanaan reproduksi kuda jantan. Jika vitamin tambahan diperlukan, berikan suplemen seimbang yang jumlahnya banyak berisi semua vitamin tanpa jumlah berlebihan setiap pemberiannya untuk mendapatkan kesehatan yang optimal dan kemampuan bereproduksi.
Faktor lain yang sangat menunjang keberhasilan bertenak kuda adalah keberhasilan dalam pemenuhan nutrisi yang tepat melalui pakan. Nutrisi tersebut akan menjamin kelangsungan hidup, pertumbuhan dan kesehatan kuda. Untuk pemenuhan kebutuhan gizi pakan harus diberikan sesuai dengan kondisi dan keadaan kuda.
Pemberian pakan tambahan meskipun kuda makan jerami dan rumput, kuda bukan lah ruminansia, sistem pencernaanya cukup unik bila dibandingkan dengan yang jenis ternak yang lainya. Kuda tidak memamah biak dan secara fisiologi tidak dapat meregurgitasi. Sehingga pemberian pakan harus diperhatiakan untuk keberlangsungan kesehatan kuda. Pemberian Nutrisi tambahan mungkin tidak akan membuat kuda jantan lebih subur, tetapi nutrisi yang rendah dan kondisi tubuh yang tidak sesuai dapat menimbulkan serangan jantung, libido rendah, dan rendahnya angka konsepsi. Kuda jantan harus diberikan pakan seimbang dan tidak boleh terlalu kurus atau terlalu gemuk.
Pada musim prebreeding, kuda jantan membutuhkan rumput kering berkualitas tinggi sebanyak 1,5%-2% dari jumlah bobot tubuhnya ( sekitar 1,5-2 pon rumput kering per 100 pon bobot tubuh atau 1,5 sampai 2 kg/100kg bobot tubuh). Jumlah rumput segar juga sedikit diberikan dalam pakan dengan mengurangi jumlah pakan rumput kering. Rumput segar diberikan jika kualitas rumput kering rendah. Pemberian vitamin atau mineral tambahan akan membantu
kebutuhan mikronutrien, dan garam-garam mineral adalah pilihan yang mudah didapat.
Pada musim kawin beberapa kuda jantan akan mengawini sampai 200 kuda betina per musim, dengan proses kawin berlangsung cepat. Pejantan harus diberi pakan rumput kering kualitas tinggi dengan jumlah minimum 1 persen dari bobot tubuh. Penyajian campuran rumput segar dengan satu atau dua gelas minyak sayur adalah alternatif yang efektif untuk pemberian energi tambahan.
Setelah musim kawin kuda jantan selesai, agar tetap dalam kondisi yang baik dapat dilakukan dengan penanganan pakan post-breeding yaitu dengan meningkatkan jumlah rumput kering dalam pakan dan menurunkan jumlah rumput segar. Hasil ejakulasi pada kuda bobot 1000 pon sekitar 100 cc. Kuda jantan yang memproduksi antara 25 cc dan 250 cc terbilang masih normal. Besarnya variasi ini berhubungan antara volume dan konsentrasi-kriteria kuda yang lain (Warrer, 2005).
Fertilitas kuda betina
Betapa pentingnya proses reproduksi bagi suatu usaha peternakan kuda bila mengingat bahwa tanpa adanya reproduksi, mustahil produksi ternak kuda dapat diharapkan mencapai maksimal. Oleh karena itu, menejemen infertilitas pada ternak kuda merupakan bagian yang amat penting dalam suatu usaha peternakan kuda. Agar dapat diperoleh efisiensi reproduksi yang baik, sehingga produksi ternak kuda dapat dicapai setinggi-tingginya, diperlukan menejemen infertilitas kuda yang baik.
Dengan produktivitas kuda yang tinggi, keuntungan diharapkan dapat diperoleh oleh peternak dalam jumlah yang memadai. Walaupun negara-negara yang sudah maju teknik peternakannya, kadang-kadang kegagalan menejemen pengelolaan reproduksi masih juga dialami oleh peternak, sehingga mereka sering menderita kerugian yang cukup besar. Kerugian ini adalah sebagai akibat langsung dari kesalahan dalam pengelolaan reproduksi, karena kesalahan pengelolaan reproduksi dapat mendorong terjadinya penurunan kesuburan pada ternak kuda yang bersangkutan. Dalam pengelolaan reproduksi ternak kuda yang baik, sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang besar, banyak faktor produksi yang harus mendapat perhatian.
Faktor menejemen pengelolaan itu meliputi :
a. Pemberian pakan yang berkualitas baik dan cukup.
b. Lingkungan serasi yang mendukung perkembangan kuda.
c. Tidak menderita penyakit khususnya penyakit menular kelamin.
d. Tidak menderita kelainan anatomi alat kelamin yang bersifat menurun,
baik sifat yang berasal dari induknya maupun berasal dari
pejantannya.
e. Tidak menderita gangguan keseimbangan hormon khususnya
hormone reproduksi,sehingga cukup kadarnya di dalam darah.
f. Sanitasi kandang yang baik.
Tujuan dari menejemen infertilitas yang baik pada ternak kuda, adalah untuk memperoleh produksi ternak kuda yang sebanyak-banyaknya sehingga diperoleh keuntungan yang setinggi-tingginya bagi pemilik ternak kuda. Produksi yang secara langsung dapat dinikmati peternak adalah benyaknya kuda yang lahir dan kualitas kuda yang baik dan berkualitas. Demikian pula biaya pemeliharaan, biaya pengobatan gangguan reproduksi, dan biaya operasional IB dapat ditekan serendah-rendahnya.
Oleh karena itu, perlu kiranya dibuat suatu menejemen kesehatan reproduksi pada suatu peternakan kuda. Dengan harapan, program kesehatan reproduksi yang efektif dapat menghasilkan efisiensi reproduksi yang lebih baik sehingga lebih meningkatkan pendapatan peternak yang berlipat daripada sebelumnya. Suatu kenyataan yang memprihatinkan adalah, suatu kasus kemajiran sering terjadi sebagai akibat kesalahan manusia, apakah itu karena peternak pemiliknya mencoba mengadakan pertolongan tanpa pengetahuan yang memadai atau oleh kecerobohan petugas peternakan dalam melaksanakan program kesehatan reproduksi pada ternak induk, karena kerja yang kurang profesional. Dalam menanggulangi suatu kasus gangguan reproduksi pada ternak khususnya pada sapi perah, usaha yang perlu digalakkan adalah melaksanakan program kesehatan reproduksi
Dalam program kesehatan reproduksi, kegiatan yang dilakukan yaitu antara lain : Meningkatkan keterampilan dan kesadaran beternak bagi para peternak antara lain adalah dengan cara memberikan penyuluhan yang intensif tentang teknik peternakan pada kelompok-kelompok peternak, memberi latihan dan pendidikan secara bertahap tentang pencegahan atau teknik penanggulangan gangguan reproduksi secara dini, yang diberikan secara tidak terlalu mendalam, Meningkatkan kesadaran peternak dengan memberi contoh di lapangan, bahwa daya reproduksi yang baik tanpa ada kasus, kemajiran dapat meningkatkan efisiensi reproduksi.
Selanjutnya akan meningkatkan produktivitas ternak mereka, berarti memberi keuntungan dan pendapatan yang lebih tinggi. Semua ini tergantung pada kemampuan peternak akan hasil latihan dan pendidikan yang telah diperoleh seperti siklus birahi, gejala birahi, deteksi birahi, ransum pakan, cara pertolongan kelahiran, praktek beternak yang baik, program vaksinasi, penanganan anakan kuda, pengelolaan kuda dara, dan lain-lain.
2. Pemeriksaan secara tetap tiap bulan pada ternak kuda betina oleh petugas kesehatan reproduksi. Pemeriksaan itu meliputi pemeriksaan melalui eksplorasi rektal, pengobatan pada tiap induk yang menderita gangguan reproduksi, dan lain-lain. Hasilnya dicatat, misalnya adanya siklus birahi yang abnormal, keluarnya kotoran dari alat kelamin, kuda induk yang bunting dari hasil pemeriksaan, induk kuda yang sudah tiga kali di kawinkan atau di IB tidak menjadi bunting, dan lain-lain. Selain data reproduksi yang dicatat, sekurang-kurangnya dua kali setahun "anakan kuda" atau kuda dara harus diukur kecepatan pertumbuhan badannya, tinggi badan, berat badan, dibandingkan dengan nilai baku yang normal untuk masing-masing pengukuran. Disamping itu dicatat pula data tentang prestasi reproduksi, seperti jarak antar melahirkan, waktu antara melahirkan sampai bunting kembali, jumlah perkawinan untuk satu kebuntingan, angka kebuntingan, prosentase induk yang birahi setelah 60 hari melahirkan, dan rata-rata umur kuda dara yang bunting.
3. Penilaian terhadap prestasi reproduksi induk. Dalam kegiatan ini petugas mengadakan evaluasi tentang data reproduksi yang telah diperoleh, dan dipakai untuk menentukan baik tidaknya efisiensi reproduksi pada kelompok ternak tersebut. Berdasar evaluasi data yang diperoleh, ditentukan perubahan-perubahan pengelolaan reproduksi yang mungkin terjadi pada ternak tersebut.
4. Pelaksanaan perubahan pengelolaan reproduksi menuju keuntungan yang lebih baik. Dalam pengelolaan yang baru pada ternak, perbaikan didasarkan kepada adanya persoalan yang dihadapi kelompok ternak, yang terdiri dari:
a. Ransum pakan induk yang sedang laktasi atau menyusui anak.
Ransum yang diberikan pada induk kuda dipakai selain untuk proses reproduksi seperti untuk memelihara kebuntingan juga untuk laktasi dan pertumbuhan badan. Oleh karena itu, induk yang sedang bunting dan laktasi akan membutuhkan ransum yang lebih banyak daripada ransum untuk induk yang sedang laktasi, sedangkan induk yang sedang laktasi akan membutuhkan ransum yang lebih banyak daripada kuda betina yang sedang tumbuh. Ransum yang kekurangan energi (karbohidrat) dapat menimbulkan penurunan kesuburan dan gangguan reproduksi. Kekurangan pakan dalam jangka waktu lama pada kuda dara dapat menghambat timbulnya dewasa kelamin, sedangkan pada kuda induk dapat menyebabkan siklus birahi yang tidak normal dan anestrus karena terjadinya atropi ovarium.
Sama halnya dengan kekurangan pakan, pemberian pakan yang berlebihan dalam waktu yang lama sehingga menimbulkan kegemukan (obesitas), juga dapat mengakibatkan penurunan kesuburan pada induk kuda tersebut sampai kepada kemajiran. Bagi induk yang sedang bereproduksi dibutuhkan ransum yang berimbang agar kesuburannya tetap terjaga baik. Ransum yang berimbang artinya mengandung energi, protein, vitamin, dan mineral yang cukup dan keseimbangan yang baik. Dibutuhkan kadar protein 17%-18% dalam ransum untuk induk kuda yang sedang laktasi. Sumber energi dapat dicukupi dari hijauan makanan ternak yang memadai. "anakan kuda" dengan ransum hijauan makanan ternak yang cukup dan 1 kg biji-bijian dapat mencapai pubertas pada umur 15 bulan. Pada ternak kuda, Vitamin-vitamin yang dibutuhkan untuk membantu perkembangan dan siklus reproduksi sangat penting agar terhindar dari infertilitas.
Vitamin-vitamin ini dapat ditambahkan melalui pakan, misalnya vitamin A,D,E, K, B dan lain-lain. Mineral sangat dibutuhkan oleh tubuh seperti Calcium (Ca) dan Posfor (P). Kadar Ca dibutuhkan sedikit lebih banyak dari P di dalam ransum. Jika sebaliknya yaitu kadar P lebih banyak dari Ca, dapat mengganggu proses reproduksi seperti metritis atau retensi plasenta. Kebutuhan mineral jarang (trace element) seperti cobalt, selenium, indium, ferrum, cuper, mangan, sangat dibutuhkan oleh tubuh untuk proses reproduksi. Bagi suatu daerah yang tanahnya kekurangan mineral jarang, rumput yang dihasilkan juga langka mineral, sehingga induk hewan harus disediakan mineral jarang ini dalam ransum Pada akhir-akhir ini pemberian mineral jarang, diberikan dalam bentuk balok mineral yang dapat dijilat oleh induk kuda jika kekurangan dalam tubuhnya.
b. Kondisi lingkungan yang kurang serasi.
Kuda import yang ada di Indonesia, misalnya, lingkungannya disesuaikan dengan asalnya, harus hidup di udara yang dingin sehingga proses reproduksi dapat berjalan normal. Sebaliknya, kuda yang ada di Indonesia pengaruh suhu lingkungan tidak terlalu mempengaruhi daya reproduksi. Di daerah tropis dimana suhu udaranya panas sepanjang tahun, produktivitas dan daya reproduksi kuda sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan khususnya suhu udara. Hasil penelitian Thatcher (1986) pada kuda memberikan informasi tentang pengaruh suhu udara yang tinggi terhadap prestasi reproduksi.
Thatcher melaporkan bahwa sesungguhnya induk kuda yang sedang laktasi, sangat sensitif terhadap pengaruh suhu udara yang panas. Selama musim panas angka kebuntingan akan menurun pada induk kuda yang dipelihara di luar kandang. Udara yang terlalu panas setelah inseminasi buatan dapat menghambat proses pembuahan sel telur, atau bila pembuahan dapat terjadi, dapat disusul dengan kematian embrio dini. Keadaan ini ada hubungannya dengan suhu uterus yang meningkat karena udara di luar yang panas sehingga akhirnya dapat mempengaruhi sel telur atau embrio dan menurunkan angka pembuahan.
Suhu udara yang panas juga dapat meningkatkan jumlah kasus birahi tenang atau birahi yang tidak dapat dideteksi pada induk kuda. Penelitian dengan mengukur hormon reproduksi, menunjukkan bahwa induk yang sedang laktasi dihadapkan pada suhu udara yang panas dapat mengganggu siklus birahi. Suhu yang panas juga dapat menyebabkan penurunan kadar hormon reproduksi seperti FSH dan LH, selain itu juga dapat menyebabkan penurunan volume dari yang mengalir ke alat reproduksi, sehingga menyebabkan perubahan lingkungan uterus yang lebih panas dan menambah kemungkinan kematian embrio. Menurut peneliti ini, suhu yang panas dapat menurunkan best lahir anakan kuda" dan best plasentanya disamping memperpanjang involusi uteri dan menurunkan aktivitas ovarium dari induk pasca melahirkan. Usaha menanggulangi suhu yang tinggi khususnya pada peternakan kuda yang berada di dataran rendah dapat dilakukan dengan menanam pohon pelindung di sekitar kandang dan di lapangan penggembalaan. Harus dihindari adanya sinar matahari langsung pada tubuh induk kuda. Kandang agar dibuat sedemikian rupa, sehingga adanya ventilasi menyebabkan pergerakan angin dapat terjadi dengan leluasa dalam kandang, tetapi tidak langsung mengenai tubuh kuda. Dinding kandang tidak mengarah ke timur dan barat, tetapi mengarah ke utara dan selatan. Atap kandang dibuat dari bahan yang tidak menyerap panas.
Bila atap terbuat dari bahan metal, pada permukaan bawah atap sebaiknya dicat warna hitam agar panas sinar matahari dapat diserap dengan baik. Induk kuda lebih sering disiram dengan air, khususnya bila udara terlalu panas, untuk menurunkan suhu tubuh. Induk kuda yang ditempatkan di kandang yang didinginkan suhunya, dapat meningkatkan produksi susu dan daya reproduksi dapat lebih baik. Penanggulangan suhu udara yang tinggi ini juga berlaku untuk ternak-ternak yang lain.
c. Deteksi birahi kurang baik.
Seperti telah diketahui, tanda-tanda birahi pada ternak khususnya pada induk kuda adalah adanya kemerahan, kebengkakan dan alat kelamin luar yang hangat, disertai lendir yang kental dan bersih yang menggantung keluar dari alat kelamin, dan diikuti dengan tingkah laku homoseks dan suara berisik pada betina tersebut. Namun kadang-kadang tanda-tanda birahi ini tidak dapat dilihat dengan jelas, bahkan tidak tampak sama sekali. Bila kuda induk selalu ada dalam kandang maka dapat digolongkan sebagai kuda induk yang menderita birahi tenang. Birahi tenang ditandai adanya ovulasi pada ovarium, tanpa diikuti oleh gejala birahi secara klinis yang jelas. Deteksi birahi yang hanya dilakukan didalam kandang sering kali hasilnya nihil, apalagi bila hanya dilakukan sekali dalam sehari. Oleh karena itu, orang sering mengatakan hal yang salah, seperti birahi tenang dikatakan disebabkan oleh deteksi birahi yang tidak baik. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik, deteksi birahi dapat dilakukan tiga kali sehari pada waktu pagi, tengah hari, dan menjelang malam.
Di Eropa pangamatan birahi dengan memantau kuda dengan kamera yang diarahkan ke kuda (dikandang) untuk menghindari kuda-kuda yang mudah stress. Dengan pengamatan birahi sebanyak tiga kali dalam sehari, seluruh kasus birahi dapat dideteksi secara baik sehingga inseminasi buatan atau pengawinan secara alami dapat dilakukan tepat pada waktunya. Gejala birahi yang lebih mudah dikenal bila induk kuda berada bersama-sama di luar kandang atau di lapangan penggembalaan, yaitu berdiri diam jika dinaiki betina lain atau berusaha menaiki betina lain. Sifat homoseks ini merupakan tanda yang paling baik pada kuda betina sewaktu birahi. Barang kali gejala birahi macam ini tidak dapat dilihat bila induk kuda berada di dalam kandang.
Oleh karena itu, induk sebaiknya dikeluarkan dari kandang bersama dengan induk kuda milik peternak lain agar gejala homoseksualitas atau saling menaiki dapat segera dilihat. Penelitian di Amerika Serikat selama musim dingin mengenai deteksi birahi terhadap 60.000 ekor induk kuda, menghasilkan hal-hal sebagai berikut (Anonimous, 1981): bila kuda betina tidak dikeluarkan sama sekali dari kandang, hasil deteksi birahi hanya mencapai 64%; bila induk kuda dikeluarkan sekali dalam sehari, hasil deteksi birahi mencapai 69,59%, dan bila induk dikeluarkan dua kali sehari, deteksi birahi mencapai 70,4%. Mengeluarkan induk dari kandang kelapangan, walaupun singkat waktunya, sangat berguna bagi kesehatan induk karena selain dapat memperbaiki nafsu makan, juga memperbaiki daya cerna perut, dan dapat membantu penyumbatan ambing pada waktu prows melahirkan. Penelitian yang dilakukan di Amerika Serikat oleh Kinder dan Zalesky pada tahun 1985 membuktikan bahwa keberadaan kuda pejantan di dalam lingkungan kelompok kuda betina dapat mempengaruhi kegiatan reproduksi pada betina-betina tersebut. Hubungan antara pejantan dengan betina induk dalam suatu lapangan penggembalaan dapat meningkatkan derajat dari gejala birahi pada betina. Dalam hal ini peranan saraf-saraf mata, pencium, pendengar pada betina sangat besar.
Feromone suatu bahan kimiawi yang dihasilkan oleh pejantan diduga dikeluarkan melalui urine, feses, atau oleh kelenjar keringat, selanjutnya melalui udara dapat diterima oleh saraf pencium hewan betina, mengakibatkan adanya respon perilaku birahi pada kuda betina melalui mekanisme hormonal. Berdasar hasil penelitian ini, Kinder dan Zalesky menganjurkan untuk menempatkan pejantan di tengah-tengah kuda betina di lapangan penggembalaan khususnya kuda betina yang baru melahirkan, agar dapat mendorong timbulnya birahi kembali pada waktu yang lebih cepat. Dianjurkan oleh peneliti ini agar perbandingan pejantan dengan betina 1:20. Khusus untuk induk yang baru melahirkan, dianjurkan agar dipilih induk yang telah lebih dari tiga hari pasca melahirkan.
d. Menentukan waktu yang tepat untuk dikawinkan.
Waktu perkawinan yang tepat bagi hewan betina merupakan faktor penting, karena dapat menghasilkan keuntungan yang besar bagi peternak bila terjadi kebuntingan pada waktu yang tepat. Sebaliknya, waktu perkawinan yang salah cenderung menyebabkan gangguan reproduksi karena dapat menunda kebuntingan. Waktu inseminasi buatan pertama atau pengawinan alami pertama pada kuda dara yang balk pemeliharaannya, dapat dilakukan pada birahi pertama yang muncul pada umur 15-18 bulan, sedang bagi kuda-kuda dara yang kurang baik pemeliharaannya, IB pertamatau pengawinan alami baru dapat dilakukan pada umur 3-4 tahun. Setelah melebihi umur 4 tahun pada kuda dara, perkawinan cenderung menyebabkan penurunan prestasi reproduksi. Kuda betina dara yang belum dikawinkan pada umur 4 tahun, cenderung terjadi siklus birahi yang tidak teratur atau terbentuknya kista ovarium dan gangguan reproduksi yang lain. Kuda dara yang dapat melahirkan "anakan kuda" pertama pada umur 2 tahun, akan mempunyai masa laktasi dan jangka waktu bereproduksi lebih lama dibanding dengan kuda dara yang melahirkan "anaan kuda " pertama pada umur 4 tahun atau lebih. Setelah melahirkan, induk akan menunjukkan gejala birahi kembali antara minggu kedua sampai minggu ke sepuluh, walaupun uterus belum mengalami involusi secara normal.
Uterus membutuhkan waktu 3-6 minggu untuk proses involusi yaitu kembalinya uterus kepada keadaan normal setelah melahirkan. Kesuburan induk pada periode 3-6 minggu masih sangat rendah dan kesuburan akan kembali normal setelah 40-60 hari pasca melahirkan, di mana kira-kira 90% dari induk akan menunjukkan gejala birahi yang normal pada periode ini. Pengawinan atau IB yang dilakukan pada 40-60 hari pasca melahirkan dapat menghasilkan angka kebuntingan sampai 80%. Hasil ini akan sama baiknya bila pengawinan atau IB dilakukan pada periode 80-90 hari pasca melahirkan. Ini berarti penundaan waktu IB setelah hari ke 90 pasca melahirkan tidak mempengaruhi angka kebuntingan
e. Pengelolaan terhadap uterus pasca melahirkan.
Walaupun proses kelahiran berjalan secara normal, pencemaran dari berbagai jasad renik pada uterus tetap dapat terjadi. Sanitasi lingkungan khususnya kandang, pada waktu melahirkan, sangat menentukan tingkat pencemaran uterus setelah melahirkan. Dilaporkan oleh Rendell (1986), bahwa 90% dari induk kuda yang melahirkan, bakteri masih dapat ditemukan dalam uterus 10 hari setelah melahirkan. Kejadian infeksi uterus, pasca melahirkan pada kuda cukup tinggi. Ini disebabkan kelahiran kuda umumnya terjadi di kandang, sedang pada kuda yang tidak dikandang, kelahirannya terjadi dipadang penggembalaan yang sanitasinya lebih baik daripada di kandang. Kasus kelahiran yang tidak normal seperti distokia, retensi plasenta, atau pneumovagina merupakan penyebab infeksi terbesar pada uterus. Demikian pula alat-alat yang dipakai dalam pertolongan kelahiran yang tidak bebas hama, merupakan penyebab yang lain dari infeksi uterus.
Corine bacterium piogenes yang banyak terdapat di alam bebas termasuk di lantai kandang, merupakan bakteri nonspesifik yang paling sering menyebabkan infeksi pada uterus. Bakteri ini akan cepat berkembang dalam rongga uterus diikuti oleh keluarnya kotoran dari alat kelamin induk hewan. Bakteri nonspesifik lain yang dapat berada di dalam uterus adalah streptococcus, stafiloccocus, E.coli dan, pseudomonas aeroginosa. Bakteri-bakteri ini dapat menimbulkan terjadinya peradangan pada uterus bila jumlahnya cukup besar, atau dapat menyebabkan induk menderita kawin berulang artinya, bila induk kuda dikawinkan berulang kali, tidak pernah menjadi bunting walaupun birahinya jelas dan siklus birahinya berjalan secara normal. Pencegahan terjadinya infeksi uterus yang terbaik adalah dengan menyelenggarakan sanitasi yang tinggi dari kandang, disamping alat-alat yang dipakai untuk pertolongan kelahiran harus dalam keadaan bebas hama (stern).
Infeksi uterus biasanya diobati dengan berbagai antibiotika atau kemoterapeutika, tergantung macamnya jasad renik yang menginfeksi. Namun perlu diingat bahwa pengobatan dengan antibiotika mempunyai resiko bila diikuti oleh resistensi bakteri atau adanya residu pada daging dan air susu. Resiko lainnya adalah gangguan terhadap pertahanan tubuh yang ada secara alami. Oleh karena itu, berbagai kemoterapeutika seperti larutan indium, natrium hipoklorit, atau klorheksadin telah banyak dipakai untuk pengobatan infeksi uterus pada kuda, dalam usaha menghindari residu antibiotika pada air susu penderita terhadap anaknya. Akhir-akhir ini antibiotika berspektrum luas telah banyak dipakai sebagai pengobatan intrauteri. Hasil pengobatan terhadap infeksi uterus sangat bervariasi, karena banyak faktor yang mempengaruhi, seperti sensitivitas bakteri terhadap obat yang diberikan, dosis obat, lamanya pengobatan, cara pemberian obat, umur induk kuda, status gizi, stres karena keadaan keliling dan faktor pengelolaan. Pemakaian obat secara berturut-turut dalam waktu lama mungkin tidak ekonomis karena dapat mengembangkan jenis bakteri yang tahan terhadap obat tersebut. Pemberian obat untuk infeksi uterus biasa dilakukan dengan intra uterina karena pengobatan secara parenteral membutuhkan dosis yang lebih tinggi. Kombinasi pengobatan antara intrauteri dan parenteral dapat juga dilakukan terhadap infeksi uterus.
Menejemen infertilitas pada peternakan kuda sangatlah penting untuk mencegah terjadinya kasus infertil dan untuk meningkatkan keuntungan dalam beternak kuda. Hal- hal yang sangat penting dalam menejemen infertilitas pada kuda antara lain : Pemberian pakan yang berkualitas baik dan cukup, lingkungan serasi yang mendukung perkembangan kuda, tidak menderita penyakit khususnya penyakit menular kelamin, tidak menderita kelainan anatomi alat kelamin yang bersifat menurun, baik sifat yang berasal dari induknya maupun berasal dari pejantannya, tidak menderita gangguan keseimbangan hormon khususnya hormone reproduksi,sehingga cukup kadarnya di dalam darah, sanitasi kandang yang baik,Pemeriksaan alat reproduksi yang rutin untuk mencegah infertilitas, penilaian terhadap prestasi reproduksi induk, deteksi birahi kurang baik, penentuan waktu yang tepat untuk dikawinkan, dan Pengelolaan terhadap uterus pasca melahirkan.
DAFTAR PUSTAKA
Bearden, H.J. and Fuquay J.W. 1980. Applied animal reproduction. Reston
Publishing Company Inc. A Prentice Hall Co. Reston, Va. P. 264.
Hafez, E.S.E. 1959. Reproductive capasity of farm animals in relation to climate and nutrition. J. Amer. Vet.Med. Assoc. 135: 606.
Jainuddin, M.R. and Hafez E.S.E. 1987. Reproductive failure in females. in Hafez, Ed. Reproduction .in farm animals. 5th Ed. Lea & Febiger. Philadelphia, p. 399 - 422.
Julien, W.E., Conrad H.R., Jones, J.E. and Moxon, A.L. 1976. Selenium and
vitamin E and incidence of retained Placenta in parturient dairy cows. J. dairy Sci. 59: 1954.
Reid, J.T. 1960. Effect of energy intake upon reproduction in farm animals. J. dairy Sci (Supp) 43:103.
Roberts, S.J. 1971. Veterinary obstetrics and genital diseases. Edwards Brother, Inc. Ann. Arbor, Michigan P 151.
Waldhahm, D.G. dkk. 1979. Restricted dietery protein in pregnant beef cows. I. The effect on length of gestation and calf hood mortality. Theriogenology 12: 61. SA
0 Response to "Manajemen Pemeliharaan Kuda, Dari Pakan Hingga Reproduksi"
Posting Komentar