-->

Pandan Kuning

SELAIN pesona keindahan alam, ada sisi lain yang menarik di Pantai Petanahan Kebumen. Banyak orang justru lebih aroma mistik di Pesanggrahan Pandan Kuning daripada merasai deburan ombak laut selatan. Lalu apa yang mereka cari di lokasi yang diselimuti mitos itu, berikut laporannya.
***

PANAS terik menyengat tubuh, saat matahari bersinar hampir berada di atas belahan kepala. Hamparan gunung pasir di kawasan Pantai Petanahan tampak begitu panas hingga tampak semacam uap dia atasnya.Namun kondisi itu tidak mengurangi konsentrasi empat orang yang tengah larut bersemedi di pendapa didekat pesanggrahan Pandan Kuning, belum lama ini.

Dengan menghadap ke arah samudera, mereka duduk bersila. Tidak ada kata yang keluar dari mulut mereka. Suasana hening. Hanya ada doa dan mantra yang mungkin mereka utarakan dalam batin. Hanya ada hembusan angin yang menyapu pohon cemara laut yang mulai menghijau dan rerimbun pohon pandan, sedikit mengurangi panas siang itu. Keempat orang tersebut datang dari wilayah yang berbeda. Dua orang diantaranya dari Kebupaten Wonosobo, satu orang dari Kabupaten Purbalingga dan satu lagi dari Kabupaten Kebumen sendiri.

Saat ditemui usai melakukan semedi, mereka blak-blakan mengenalkan diri dan menuturkan maksud dan tujuan melakukan lelaku di tempat itu. Namun dengan catatan mereka tidak mau disebutkan nama lengkap dan asal desa mereka jika wawancara itu dimuat dalam surat kabar. "Takutnya setelah orang desa saya tahu, jika di kemudian hari saya sukses akan dikucilkan orang desa karena dianggap punya pesugihan," ujar pria asal Kecamatan Mojotengah Wonosobo.

Baca Juga

Pria yang sehari-hari bekerja sebagai wiraswasta itu sudah dua hari dua malam berada di pesanggarahan itu. Sedangkan maksud dia melakukan ritual adalah untuk berdoa meminta rejeki kepada Tuhan. Adapun dipilihnya lokasi itu untuk melakukan ritual adalah atas petunjuk dari seorang kasepuhan. Dengan melakukan ritual berharap ada pencerahan sehingga dapat mengubah kehidupan mereka selanjutnya.

Percaya atau tidak, tapi begitulah faktanya. Ketika hidup semakin sulit, perekonomian yang menjepit, dan langkah rasional tak lagi bisa menjadi solusi, hal yang berbau klenik pun bisa ditempuh. Bertahun-tahun bekerja namun tidak pernah membuat dia berhasil, maka dia pun memilih jalan mistik untuk menjadikan lantaran mencari rejeki.
"Sampai saat ini belum ada petunjuk apapun," kata pria berperawakan kalem yang matanya mulai sayu itu.
Lain lagi bagi Yono (28) pria asal Purbalingga. Dia melakukan ritual di Pandan Kuning yang konon dipercaya merupakan pesangrahan ratu kidul itu dengan satu keinginan. Yakni mencari kesuksesan hidup. Selain itu, dia sengaja mendatangi lokasi itu untuk menenangkan hati. Saat itu dia masih menjalani ritual itu puasa ngebleng selama tiga hari-tiga malam. Meski mengaku berat, namun demi cita-cita menjadi orang yang berhasil dia mesti tahan dengan halangan yang ada.Dengan puasa dia percaya akan menajamkan mata batin.

"Rencananya saya akan melakukan ritual di tempat itu selama tujuh hari dan tujuh malam," kata pemuda berkulit bersih.

Ya, ritual di dalam pesanggrahan biasanya hanya dilakukan pada malam hari. Sedangkan pada siang hari biasanya digunakan untuk istirahat atau melakukan semedi di pendapa pesanggrahan. Begitu setiap hari mereka lakukan. Setelah mereka merasa mendapat semacam pentunjuk maka ritual itu diakhiri. Namun adapula yang tidak mendapat apa-apa meski telah melakukan ritual yang cukup lama.
"Sampai saat ini saya juga belum mendapatkan apa-apa," kata Yono.
Budiyono salah satu petugas objek wisata Pantai Petanahan, menuturkan, Pesanggrahan Pandan Kuning selalu banyak dikunjungi orang yang ini melakukan ritual. Ada yang ingin berdoa untuk memudahkan dalam mencari rejeki, mencari jodoh, pangkat dan kedudukan, atau sekadar menepi untuk mencari ketenangan hati. Mereka biasanya datang atas pentunjuk dari kasepuhan atau datang atas keinginan sendiri. Tidak hanya dari Kebumen, banyak warga luar kota yang secara khusus melakukan ritual di tempat itu.

Entah kebetulan atau tidak, kata dia, Banyak warga yang seteah melakukan lelaku spiritual, doa mereka dikabulkan. Jika demikian mereka kemudian melakukan ritual larungan. Yakni pakaian yang dia kenakan waktu melakukan ritual dilarung ke laut selatan. Soal tradisi larung sesaji itu tidak bisa dilepaskan dengan mitos penguasa laut selatan.

Orang-orang yang merasa berhasil semedi di tempat ini setiap malam Jum'at Kliwon bulan Sura mengadakan upacara larungan mulai sejak siang hari sampai menjelang ayam berkokok. "Yang jelas setiap orang yang sudah mendapatkan apa yang diinginkan, pakaian yang dia kenakan waktu melakukan ritual biasanya dilarung ke lautan," katanya.
***
PADA bagian pendapa, belum tampak adanya aura mistik di kawasan pesanggrahan Pandan Kuning di kawasan Pantai Petanahan, Kebumen. Namun jika sudah memasuki ruangan di sebelah utara pendapa, aroma klenik mulai terlihat. Sejumlah sesaji dan aroma dupa, kepenyan serta harum bunga setaman membuat nuansa lain ruangan yang hanya diterangi sinar lilin itu.

Bagi yang tidak terbiasa mengunjungi lokasi seperti itu, tentu akan membuat bulu kudu berdiri. Kalau tidak, aroma campuran wewangian itu membuat kepala pusing dan perut mual. Namun demikian, banyak orang yang mau berlama-lama melakukan ritual di sana. Selain orang yang memiliki hajat tertentu, pesanggrahan itu juga mejadi tempat favorit paranormal untuk melakukan ritual.

Salah satunya paranormal yang sering melakukan ritual di lokasi itu adalah Kasikun (49). Warga Desa Tegalretno Kecamatan Petanahan itu tampak cukup khusyuk bersemedi di ruangan sempit berukuran 2X3 meter. Matanya terpejam, kedua tangannya sesekali digerak-gerakkan dan mulutnya bergetar. Pria yang menjadi kasepuhan di desanya itu mengaku sering melakukan semedi di lokasi di sana.

Setiap purnama sekali, yakni malam Jumat Kliwon atau Selasa Kliwon dia melakukan olah batin di lokasi tersebut. Fungsinya adalah untuk menjernihkan hari dan mempertajam mata batin. "Saya sering ke sini sudah lama ikut bapak saya yang juga seorang kasepuhan," kata Kasikun usai melakukan ritual.

Selain semedi rutin, dia juga kadang datang ke lokasi tersebut jika ingin mendapatkan kesulitan. Sebagai seorang kasepuhan desa, Kasikun seringkali diminta bantuan orang-orang untuk melakukan pengobatan alternatif. Namun terkadang ada penyakit yang sulit ia sembuhkan. Jika demikian dia pergi ke pesanggrahan untuk melakukan ritual.

Dia menceritakan, keberadaannya di lokasi tersebut dalam rangka mencari petunjuk untuk mengobati pasiennya yang menderita penyakit liver. Beruntung, pada malam ketiga melakukan ritual, dia mengaku sudah mendapatkan petunjuk. Dalam semedinya dia seperti diperintah untuk mengambil dua bunga pudak wangi yang mekar di sekitar pesanggarahan guna mengobati penyakit itu.

"Benar. Pada pagi harinya saya melihat ada tiga bunga pudak wangi yang mekar. Padahal sebelumnya belum ada tanda-tanda bunga akan mekar," ujar Kasikun seraya menunjukkan bunga berwarna putih yang mekar dari sebuah pohon pandan.
Pesanggarahan Pandan Kuning sampai saat ini masih diselimuti mitos dan legenda. Konon nama pandan kuning berkait erat dengan kisan cinta Raden Sujono dengan dewi Sulastri yang terjadi sekitar tahun 1601, yakni pada masa Kerajaan Mataran dengan raja Sutawijaya. Sulastri adalah putri Bupati Pucang Kembar, Citro Kusumo.
Oleh ayahnya putri memiliki hidung mancung, muka lonjong bagai telor, kulit kuning dan rambut panjang terurai itu dijodohkan dengan Joko Puring, seorang Adipati di Bulupitu. Sayangnya dia tak memiliki getaran cinta kepada lelaki pilihan orang tuanya. Dia justru jatuh cinta kepada Raden Sujono seorang anak Demang dari Wonokusumo yang menjadi abdi dalem di Pucang Kembar.Setali tiga uang Raden Sujono diam-diam juga memiliki perasan cinta kepada Dewi Sulastri.
Cinta segitiga antara Joko Puring dan Raden Sujono dengan Dewi Sulastri berkembang menjadi prahara di Kabupaten Pucang Kembar. Setelah memenangkan sayembara, akhirnya Raden Sujono berhasil mempersunting putri cantik itu sekaligus menggantikan Citro Kusumo sebagai bupati Pucang Kembar.

Meski Dewi Sulastri sudah bersuami, namun hasrat Joko Puring untuk memiliki Dewi Sulastri belum sirna. Ketika Randen Sujono pergi memberantas berandal di Gunung Tidar, Joko Puring bisa membawa lari Sulastri sampai ke Pantai Karanggadung (saat ini dikenal Pantai Petanahan,red). Untuk mengulur waktu, Dewi Sulastri mau menjadi istri Joko Puring asal dia bisa mendapatkan anggur merah.

Akhir cerita, drama penyenderaan itu diketahui oleh Raden Sujono. Dua orang itu akhirnya bertarung dan dimenangkan Raden Sujono. Ada keajaiban terjadi, yakni Dewi Sulastri yang diikat pada pohon pandan ternyata pandan itu berubah berwarna kuning. Sehingga nama tersebut dipakai untuk memberi nama tempat tersebut.
Konon, pada saat itu, busana yang dipakai oleh Dewi Sulasri juga digantikan oleh Ny Ratu Kidul. Setelah memakai pakaian yang baru busana yang telah kusut dilarung ke lautan. Kedua pengantin baru itu pun beristirahat di bawah semak-semak pandan dan memadu kasih. Setelah ditinggalkan pasangan itu, kemudian tempat itu diminta menjadi tempat peristirahatan atau pesanggrahan Ny Ratu Kidul. Sejak itu pula, tempat tersebut dimanfaatkan banyak orang untuk semedi dan mengheningkan cipta. ***

Related Posts

Berlangganan update artikel terbaru via email:

0 Response to "Pandan Kuning"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel