Budidaya Cabai Keriting Cara Petani Curup
12.15
Add Comment
Walaupun ditumpangsarikan dengan jahe, cabai keriting tidak menjadi rendah hasilnya. Hasil rata-ratanya bahkan mencapai 2,5 ton per hektar, dan dapat dipanen setiap minggu. Umur produktifnya sampai 12 bulan.
Cabai keriting agak lain dengan cabai merah biasa. Ia disebut keriting karena bentuk cabainya yang kurus panjang dan berlekuk-lekuk seperti keriting. Bentuknya lebih langsing, kurus, padat dan rasanya lebih pedas. Sayangnya tidak semua sentra cabai bertanam cabai jenis ini. padahal cara budidayanya tidak sulit dan tidak berbeda jauh dengan cabai merah biasa. Berikut ini cara budidaya cabai keriting ala petani Curup di Bengkuluu, salah satu sentra cabai keriting di pulau Sumatera.
Benih Sebaiknya Disemai
Sebenarnya ada dua cara yang sering dilakukan petani dalam bertanam cabai ini. pertama adalah bertanam langsung di lahan, dan yang kedua adalah benih disemaikan terlebih dahulu. Kedua cara ini memang masing-masing punya beberapa keuntungan dan kerugian. Bila benih di tanam langsung dibutuhkan lebih banyak benih. Dengan kata lain lebih boros benih. Lebih banyak dibutuhkan tenaga kerja untuk menanamnya, dan kemungkinan mati benihnya juga lebih besar. Bila dilakukan penyulaman, umur tanaman di kebun menjadi tidak seragam, yang langsung mempengaruhi umur produksi. Selain itu juga lebih sulit untuk mengontrol tanaman saat mulai tumbuh.
Sedangkan bila yang dipilih cara penyemaian, maka jumlah benih per hektarnya dapat ditekan hampir separuhnya. Cara ini juga menghemat tenaga kerja untuk penanaman dan pemeliharaan awal. Sedangkan kemungkinan matinya bibit hanya sampai 10 persen. Penyulaman dapat dilakukan sesegera mungkin dengan umur tanaman yang sama, hingga panen dapat dilakukan serentak.
Benih yang akan ditanam direndam dulu dalam air hangat. Hanya benih yang tenggelam saja yang disemaikan, sedangkan yang mengapung dibuang. Sementara itu, tempat persemaian disiapkan berupa bedengan yang tanahnya telah dicangkul gembur secara merata. Luas bedengan persemaian disesuaikan dengan jumlah benih yang akan ditanam. Tanah di persemaian sebaiknya ditaburi abu hasil pembakaran rumput, alang-alang atau jerami. Boleh juga benihnya yang dicampur dengan abu, agar benih tidak makan semut. Satu hektar lahan rata-rata membutuhkan 30 canting benih (1 canting = 100 g).
Seminggu setelah tanam, bibit disemprot dengan Anthracol dan Sevin sesuai dosis. Penyemprotan dilakukan satu minggu sekali atau tergantung kondisi tanamannya. Ketika berumur 40 – 45 hari atau setinggi 15 cm, tanaman dipindahtanamkan ke lahan tetap.
Umumnya petani di Curup menumpangsarikan cabai ini dengan tanaman jahe, sehingga pengolahan lahan dan pemupukannya “nebeng” jahe. Bila ditumpangsarikan jarak tanamnya 40 cm x 40 cm, dan ditanam setelah jahe berumur 4 bulan. Tetapi bila ditanam secara monokultur, jarak tanam cabai 30 cm x 30 cm, di atas bedengen setinggi 15 cm, selebar 80 cm. Jarak antara bedengan 30 cm.
Perawatan
Bila penanamman dilakukan secara monokultur, pemupukan dengan urea, TSP dan KCI perlu dilakukan. Yaitu ketika tanaman berumur 3 bulan (dihitung mulai dari penyemaian) dengan perbandingan 2 : 1 : 1 sebanyak 300 kg/ha. Pemupukan hanya dilakukan sekali saja karena tanah di Curup sangat subur.
Pada pertanaman tumpang sari, cabai tidak perlu dipupuk lagi karena pupuk dari jahe sudah dianggap cukup. Hanya pada saat berumur 2 – 3 bulan perlu ditambahkan pupuk daun yang diberikan 2 kali sampai panen pertama.
Perawatan lainnya hanya penyiangan rumput waktu tanaman berumur satu dan tiga bulan, serta penyiraman saat tidak turun hujan. Sekali seminggu (dimulai ketika tanaman berumur dua bulan), tanaman disemprot secara rutin dengan Sevin yang dicampur Gandasil D dan B secara Paracol sebanyak satu sloki. Kemudian untuk mengatasi penyakit “keriting daun” tanaman disemprot dengan Thiodan sesuai dosis, 15 hari setelah penyemprotan pertama.
Panen
Pada umur sekitar 4 bulan pa
Cabai keriting agak lain dengan cabai merah biasa. Ia disebut keriting karena bentuk cabainya yang kurus panjang dan berlekuk-lekuk seperti keriting. Bentuknya lebih langsing, kurus, padat dan rasanya lebih pedas. Sayangnya tidak semua sentra cabai bertanam cabai jenis ini. padahal cara budidayanya tidak sulit dan tidak berbeda jauh dengan cabai merah biasa. Berikut ini cara budidaya cabai keriting ala petani Curup di Bengkuluu, salah satu sentra cabai keriting di pulau Sumatera.
Benih Sebaiknya Disemai
Sebenarnya ada dua cara yang sering dilakukan petani dalam bertanam cabai ini. pertama adalah bertanam langsung di lahan, dan yang kedua adalah benih disemaikan terlebih dahulu. Kedua cara ini memang masing-masing punya beberapa keuntungan dan kerugian. Bila benih di tanam langsung dibutuhkan lebih banyak benih. Dengan kata lain lebih boros benih. Lebih banyak dibutuhkan tenaga kerja untuk menanamnya, dan kemungkinan mati benihnya juga lebih besar. Bila dilakukan penyulaman, umur tanaman di kebun menjadi tidak seragam, yang langsung mempengaruhi umur produksi. Selain itu juga lebih sulit untuk mengontrol tanaman saat mulai tumbuh.
Sedangkan bila yang dipilih cara penyemaian, maka jumlah benih per hektarnya dapat ditekan hampir separuhnya. Cara ini juga menghemat tenaga kerja untuk penanaman dan pemeliharaan awal. Sedangkan kemungkinan matinya bibit hanya sampai 10 persen. Penyulaman dapat dilakukan sesegera mungkin dengan umur tanaman yang sama, hingga panen dapat dilakukan serentak.
Benih yang akan ditanam direndam dulu dalam air hangat. Hanya benih yang tenggelam saja yang disemaikan, sedangkan yang mengapung dibuang. Sementara itu, tempat persemaian disiapkan berupa bedengan yang tanahnya telah dicangkul gembur secara merata. Luas bedengan persemaian disesuaikan dengan jumlah benih yang akan ditanam. Tanah di persemaian sebaiknya ditaburi abu hasil pembakaran rumput, alang-alang atau jerami. Boleh juga benihnya yang dicampur dengan abu, agar benih tidak makan semut. Satu hektar lahan rata-rata membutuhkan 30 canting benih (1 canting = 100 g).
Seminggu setelah tanam, bibit disemprot dengan Anthracol dan Sevin sesuai dosis. Penyemprotan dilakukan satu minggu sekali atau tergantung kondisi tanamannya. Ketika berumur 40 – 45 hari atau setinggi 15 cm, tanaman dipindahtanamkan ke lahan tetap.
Umumnya petani di Curup menumpangsarikan cabai ini dengan tanaman jahe, sehingga pengolahan lahan dan pemupukannya “nebeng” jahe. Bila ditumpangsarikan jarak tanamnya 40 cm x 40 cm, dan ditanam setelah jahe berumur 4 bulan. Tetapi bila ditanam secara monokultur, jarak tanam cabai 30 cm x 30 cm, di atas bedengen setinggi 15 cm, selebar 80 cm. Jarak antara bedengan 30 cm.
Perawatan
Bila penanamman dilakukan secara monokultur, pemupukan dengan urea, TSP dan KCI perlu dilakukan. Yaitu ketika tanaman berumur 3 bulan (dihitung mulai dari penyemaian) dengan perbandingan 2 : 1 : 1 sebanyak 300 kg/ha. Pemupukan hanya dilakukan sekali saja karena tanah di Curup sangat subur.
Pada pertanaman tumpang sari, cabai tidak perlu dipupuk lagi karena pupuk dari jahe sudah dianggap cukup. Hanya pada saat berumur 2 – 3 bulan perlu ditambahkan pupuk daun yang diberikan 2 kali sampai panen pertama.
Perawatan lainnya hanya penyiangan rumput waktu tanaman berumur satu dan tiga bulan, serta penyiraman saat tidak turun hujan. Sekali seminggu (dimulai ketika tanaman berumur dua bulan), tanaman disemprot secara rutin dengan Sevin yang dicampur Gandasil D dan B secara Paracol sebanyak satu sloki. Kemudian untuk mengatasi penyakit “keriting daun” tanaman disemprot dengan Thiodan sesuai dosis, 15 hari setelah penyemprotan pertama.
Panen
Pada umur sekitar 4 bulan pa
0 Response to "Budidaya Cabai Keriting Cara Petani Curup"
Posting Komentar